banner-detik
DIVORCE

4 Alasan Mengapa Saya Tidak Setuju dengan Istilah Anak Broken Home

author

Mommies Daily17 Jul 2017

4 Alasan Mengapa Saya Tidak Setuju dengan Istilah Anak Broken Home

Ditulis oleh : Maureen Hitipeuw

Kalau stigma perihal single moms saja sudah sarat konotasi negatif, maka ada satu lagi stigma negatif yang perlu dihapus yaitu pandangan jelek bagi anak-anak kami yang biasa dipanggil ‘anak-anak broken home’. 

Kalau anak-anak kami melakukan ‘kenakalan’ yang mungkin untuk teman-teman lainnya dianggap masih dalam batas wajar biasanya komentar yang terlebih dulu keluar adalah “Oh, wajar saja bandel, anak broken home sih.” Sungguh tidak mengenakkan sebenernya pandangan ini. Jika semua tidak-tanduk anak-anak kami dikategorikan akibat keputusan orang tuanya memilih bercerai maka sebenarnya bukan perceraian saja yang menyakiti anak-anak kami tetapi penghakiman dari masyarakat juga akan melukai mereka.

karena anak bukan korban perceraian

Tapi itulah kenyataan di luar sana. Apa pun yang dikerjakan anak-anak kami akan mendapat nilai ‘lebih’ oleh orang lain. Jika mereka bagus orang akan menilai “Hebat ya, dibesarkan tanpa ayah tapi tetap berhasil.” Sementara itu, kalau dia tidak bagus orang sudah pasti akan menilai “Pantesan, nggak punya Bapak sih.”

What We Wish Society Would Know

  • Keputusan untuk bercerai sudah pasti akan mempengaruhi mental dan emosional anak. Percayalah, sebagai orang tua, kami memiliki keinginan yang sama kok seperti orang tua lainnya, yaitu yang terbaik untuk mereka. Tapi jalan terbaik kami yang acap kali masih dianggap salah oleh masyarakat bukan lantas memberikan kebebasan kepada orang lain untuk menghakimi anak-anak kami. Spare them from your cruel judgements.
  • Apakah lebih baik mempertahankan rumah tangga dimana anak-anak kami terpapar pada bentuk-bentuk penganiayaan, baik itu secara fisik maupun emosional? Apakah lebih baik menyelamatkan muka daripada menyandang gelar janda sementara anak-anak kami tumbuh dan menganggap bahwa rumah tangga itu melibatkan air mata, kekerasan fisik dan bentuk-betuk KDRT lainnya? Lantas anak-anak ini kemudian akan menjadi pelaku KDRT juga di masa depan karena that’s what they know? Atau mungkin lebih baik tetap menjaga nama baik dan menyembunyikan fakta bahwa mungkin ayah mereka adalah seorang pecandu narkoba atau seorang alkoholik? Apa tidak lebih baik kami memberikan kesempatan untuk membangun hidup baru yang lebih sehat bagi anak-anak?
  • Kenyataannya, anak-anak hanya menjadi korban apalagi kedua orang tuanya lebih mementingkan egonya sendiri, menggunakan anak-anak sebagai senjata dalam proses perceraian yang sengit di pengadilan dan menjadikan anak sebagai wasit dalam perperangan orang dewasa. Gagalnya orang tua menjalankan co-parenting juga adalah hal yang disayangkan sebenarnya dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental anak-anak. Tapi memang dalam beberapa kasus khusus misalnya kasus KDRT, co-parenting ini tidak bisa dijalankan.
  • Bagi kami single moms yang harus bekerja fulltime, menjalankan peran sebagai orang tua saja sudah berat apalagi memenuhi kebutuhan ekonomi jika sang ayah lebih memilih untuk mangkir. Percayalah, kami berusaha kok semampu kami untuk mendidik anak-anak dengan baik. Tapi kami juga membutuhkan bantuan dari lingkungan sekitar bukannya malah mengolok-olok anak-anak, tapi terimalah mereka dengan baik. Remember, it takes a village to raise a child. Kami tidak lantas menuntut masyarakat untuk membantu kami secara ekonomi, tetapi lebih kepada support secara moral. Hargailah anak-anak kami dan please, don’t bully them.
  • Memang kami tidak bisa serta merta menghapus persepsi masyarakat yang memandang anak-anak kami berbeda karena mereka dibesarkan oleh ibu tunggal, tapi kami masih berharap suatu hari perubahan ini bisa terjadi.

    Yang bisa kami lakukan adalah membekali anak-anak dan mendidik mereka untuk menjadi manusia yang memiliki empati kepada sesama, yang tidak cepat menghakimi orang lain yang kehidupannya berbeda dengan mereka dan  yang selalu berusaha melakukan yang terbaik.

     

    Maureen Hitipeuw adalah ibu tunggal satu anak, blogger (www.scoopsofjoy.com) dan social media influencer, penggagas Single Moms Indonesia (www.singlemomsindonesia.com). Drink way too much coffee, pecinta jalan-jalan dan photography.

    Share Article

    author

    Mommies Daily

    -


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan