Sorry, we couldn't find any article matching ''
Biopsi pada Anak, Tindakan Awal Menyelamatkan Nyawa si Kecil
Buang jauh mitos tentang biopsi yang beranggapan dapat memperparah kanker atau tumor. Karena nyatanya justru biopsi sedari awal bisa menyelamatkan nyawa si kecil. Mengapa bisa begitu?
Pada beberapa kesempatan, saya pernah mendengar cerita atau penuturan langsung seseorang menyoal masih ada anggapan biopsi adalah hal yang menakutkan untuk dilakukan, apalagi pada kasus anak-anak, yang diduga mengalami tumor atau kanker. Ada yang malah enggan melakukan biopsi, well... meski ini adalah hak orangtua menentukan treatment pengobatan seperti apa untuk anaknya, tapi anak juga punya hak yang sama untuk bertahan hidup, dan kitalah sebagai orangtua uang wajib memperkaya diri tentang ilmu kesehatan, apapun itu.
Biopsi mempunyai pengertian, mengambil jaringan dari massa benjolan, atau tumor. Untuk menentukan jenis tumor apa. FYI, mommies, dalam dunia kedokteran, semua benjolan dinamakan tumor, untuk menghindari terjadinya keterlambatan penanganan. “Kemudian jaringan yang sudah diambil itu diperiksa untuk membedakan, apakah dia ganas atau jinak. Karena akan menentukan langkah-langkah pengobatan selanjutnya. Misalnya sudah ditemukan tumor ganas, nah nanti baru ditentukan jenisnya apa. Nanti jaringan sedikit yang diambil lewat biopsi itu, diperiksa di bawah mikroskop. Kelihatan nanti jenis-jenis selnya yang apa. Dari jenis itu, nanti didapatkan diagnosa jenis tumor “A” misalnya, sehingga pengobatannya juga disesuaikan dengan jenis tumor yang ditemukan, supaya pengobatan yang dilakukan juga tepat sasaran,” jelas Dr. Anky Tri Rini, Sp.A (K), dokter spesialias Onkologi Anak yang praktik di RS Omni Pulomas.
Secara sederhana, dr. Anky memberikan analoginya seperti orang yang menembak. Tapi nggak tahu sasarannya yang mana, ujung-ujungnya nanti hanya mengira-ngira, bingung sasaran yang mana. Jadi biopsi ini penting dan dibutuhkan! Karena biopsi berkaitan erat dengan penentuan metode pengobatan yang akan dilakukan.
Ketika saya temui di ruang praktiknya, dr. Anky berpesan kepada semua orangtua, jika menemukan benjolan pada tubuh anak, segera bawa ke RS untuk diperiksa lebih lanjut. Untuk membedakan tumor jinak atau ganas. Kemudian, diperlukan biopsi untuk melihat di bawah sel-selnya itu. Kalau ganas jenisnya apa, pengobatannya akan berbeda.
“Dan yang orang-orang takuti tentang biopsi, akan menyebabkan kanker menyebar kemana-mana, ITU MITOS! Tidak ada hubungannya dengan biopsi tersebut. Justru mau mengetahui jenis tumor atau kanker apa. Makin cepat kita mengetahui, makin cepat pula pengobatannya. Keberhasilannya juga akan lebih bagus,” tegas dr. Anky.
Menurut dr. Anky, umumnya ada dua jenis biopsi yang umum dilakukan:
Pada anak –anak biopsi hampir dipastikan diawali dengan bius total atau anastesi. Dilakukan oleh dokter bedah onkologi.
Jika biopsi dilakukan sedari awal, dan sudah diketahui berada di stadium manakah tumor atau kanker, lalu dilakukan pengobatan yang tetap sasaran, nyatanya membuahkan hasil yang menggembirakan. Contohnya dua pasien yang pernah ditangani dr. Anky. Yang pertama, pasien terkecil yang pernah ia tangani, berusia 3 bulan, mengalami neuroblastoma (kanker pada syaraf-syaraf tepi). Benjolannya berada di perut. Ketika dilakukan biopsi, kanker neuroblastoma masih bersifat lokal, artinya belum menyebar kemana-mana. Lalu dilakukan kemoterapi, dan pasien respn positif terhadap obat kemo, kanker tersebuta bisa hilang dan bersih. Sekarang usia pasien dr. Anky sudah kelas 2 SD dan sehat-sehat saja.
Di kasus yang berbeda, ada perempuan yang didiagnosa kanker ovarium, ketika usia SMP. Dari hasil biopsi diketahui stadiumnya masih awal. Lalu dilakukan kemoterapi dan hasilnya bagus. Tapi memang, konsekuensinya, rahim pasien harus diangkat, karena kata dr. Anky “bom”-nya di situ. Kalau rahim tidak diangkat, akan menyebar kemana-mana. Sekarang pasien tersebut dalam keadaan sehat, dan sudah kuliah.
“Untuk mereka yang setelah biopsi dan menjalani pengobatan tentu dievaluasi, setiap sebulan sekali, bertahap hingga 3 bulan sekali, sampai setiap tahun. Kami sebut seorang pasien survive, 5 tahun tanpa pengobatan dan tidak terjadi apa-apa,” jelas dr. Anky.
Belasan tahun menjadi dokter Onkologi Anak, dr. Anky mengakui memang belum bisa memastikan penyebab kanker secara pasti. Tapi ada ada 4 faktor yang berinteraksi:
Kemudian ikan asin, memang enak sih ya, mommies :D Sekali-kali nggak apa kok dikonsumi kata dr. Anky tapi jangan dijadikan kebiasaan, ya. Karena zat pengawetnya pakai garam, dia akan bereaksi menjadi zat karsinogenik, pencetus kanker. Lalu minimalisir mengonsumsi makanan olahan dalam kemasan kaleng. Oh iya, satu lagi nih, makanan khas Indonesia kegemaran saya, sate! Keraknya bahaya, jangan dimakan. Kalau mau aman, bikin sate sendiri, yang dibakar di atas pan atau teflon. Buat si kerak ini, dr. Anky nggak ada toleransi!
Jika ada mommies yang ingin berbagi pengalam tentang biopsi, silakan tinggalkan cerita di kolom comment, ya :)
Share Article
COMMENTS