banner-detik
PARENTING & KIDS

Sepuluh Hal yang Tidak Disadari Orangtua, dan Berbahaya untuk Anak

author

?author?05 Feb 2017

Sepuluh Hal yang Tidak Disadari Orangtua, dan Berbahaya untuk Anak

10 hal ini mungkin tanpa anda sadari sudah menjadi kebiasaan, yang kenyataannya bisa berbahaya untuk si kecil, kelak dia dewasa.

Kita semua pastilah sudah sadar, kalau membesarkan anak bukan perkara mudah. Banyak banget tantangan yang mesti dihadapi. Contoh kecil saja, tentang menghargai perbedaan, bahwa sebetulnya bukan hal aneh kan, kalau di antara kita berbeda pendapat? Tinggal bagaimana menyikapinya saja.

Sepuluh Hal yang Tidak Disadari Orangtua, dan Berbahaya untuk Anak - Mommies Daily

Selain nilai-nilai mendasar tadi, saya sempat mengamati, sebetulnya banyak hal-hal kecil yang kadang nggak disadari orangtua. Namun masih sering dilakukan, dan justru bisa membahayakan tumbuh kembang anak di kemudian hari.

  • Gosip
  • Walau kelihatannya sepele, kegiatan yang satu ini akan meninggalkan kesan untuk si kecil, “Nggak apa-apa lho, ngomongin orang.” Apalagi anak-anak adalah makhluk visual, mereka paling mudah mencontoh apa yang dilihat. Kalau hasrat gosip terlalu kuat, ingat-ingat aja quote dari Socratres ini: "Strong minds discuss ideas, average minds discuss events, weak minds discuss people."

  • Fokus yang berlebih pada tampilan fisik
  • Memang penting memerhatikan penampilan fisik, tapi ada yang lebih penting lagi untuk diperhatikan, yaitu kecerdasan emosi dan kepintaran. Percuma kan, kalau tampilan sudah kece, tapi nggak nyambung kalau diajak bicara, atau nggak pandai mengelola emosinya?

  • Terlalu banyak mengkritik diri sendiri
  • “Duh kayaknya mama terlalu gemuk, ya Kak?”, “Mama udah kelihatan cantik belum sih, bang?” Kalimat-kalimat semacam ini, sama saja mengajarkan anak tidak percaya diri dengan diri sendiri. Berusaha seminimalkan mungkin, melakukan hal tadi ya, mommies. Supaya anak bisa mencontoh orangtuanya punya rasa percaya diri yang tinggi.

  • Berusaha keras menjadi sahabat anak
  • “Gue mau bisa jadi sahabat buat anak,” saya adalah salah satu yang menentang kalimat ini. Walau berpulang pada hak masing-masing orang. Alasannya, sahabat anak sudah banyak mommies, lalu kalau kita juga mau jadi sahabat mereka juga, apa kabar peran kita sebagai orangtua? Anak juga harus paham, setiap orang punya peran dan fungsinya masing-masing.

  • Efek media massa
  • Bagi mommies sudah membekali anak dengan gadget, please...sebelumnya kasih bekal yang cukup bagaimana mereka sebaiknya menyikapi pemberitaan di media massa. Paling gampang mencontohkan, jika mommies berteman dengan anak di social media. Share berita yang berimbang, tidak mengandung kekerasan, baik fisik maupun psikis.

  • Terlalu mengontrol
  • Buat saya, mendidik anak itu, ibarat menggenggam beras. Jika terlalu ditekan, maka ia akan luber kemana, tapi jika genggamannya pas, beras tadi bisa tetap aman dalam tangan kita. Aturan tetap harus ada, persoalannya sekarang bagaimana memberlakukan peraturan yang manusiawi untuk anak. Penting juga memberikan kepercayaan kepada anak, justru hal ini akan memicu mereka untuk bertanggung jawab dengan pilihannya.

  • Nggak memberikan waktu berkualitas yang cukup
  • Ada kalimat dari psikolog anak yang terngiang-ngiang di kepala saya, “Jangan cuma hadir secara fisik buat anak, tapi juga terlibat secara emosi dengan anak.” Artinya, kalau sedang sama anak, kosentrasi kita tercurah untuk momen yang sedang terjadi. Jangan malah sibuk sama gadget, atau hal lainnya di luar itu. Secara emosi juga ikut terlibat, nggak sekadar hadir dalam bentuk fisik saja.

  • Berlebih dalam memberikan pertolongan
  • Usia anak saya Jordy memang baru 2 tahun 7 bulan, tapi di beberapa kesempatan saya membiarkan dia menolong dirinya sendiri. Kebayang nggak sih, kalau saya terus-terusan memberikan pertolongan sama Jordy? Saya takut nanti dia merasa selalu harus dilayani. Nanti malah nggak punya jiwa fighting yang cukup untuk bekal hidupnya.

  • Membiarkan anak menggunakan telepon secara berlebih
  • Buat yang sudah membekali anak dengan telepon genggam, menurut hemat saya, buat kesepakatan bersama. Misalnya, saat kumpul keluarga, telepon sebaiknya disimpan. Di kegiatannya sehari-haripun, ditekankan-telepon digunakan untuk berkomukasi jarak jauh dengan kita. Tapi ia harus bisa jadi manusia yang bersosialisasi, nggak dikit-dikit nunduk mainin HP dan acuh dengan sekelilingnya.

  • Terlalu fokus dengan gender
  • “Lambat banget deh nyetirnya, pasti perempuan nih”, “Itu kerjaan laki-laki, kan bahaya, udah kamu di dapur aja!” Masih sering dengar kalimat tadi mommies? Please mommies, kalimat semacam ini hanya akan memberikan pemahaman yang jelek untuk anak tentang gender tertentu. Di sisi lain, banyak pihak yang sudah selangkah lebih maju memperjuangkan kesetaraan gender, janganlah kita sebagai orangtua malah berbuat sesuatu yang berbanding terbalik.

    Ada lagi dari mommies yang mau menambahkan?

    Artikel ini diadaptasi dari: www.familyshare.com

    Baca juga:

    Trend Parenting 2017

    Belajar Untuk Tidak Salah Kaprah Menjadi Orangtua

    Share Article

    author

    -

    Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan