Sorry, we couldn't find any article matching ''
Nak, Jangan Terbiasa Menilai Orang dari Penampilan, ya!
Sedih ya kalau mendengar ada orang yang ‘menghakimi’ orang lain hanya berdasarkan penampilan. Apalagi kalau yang melakukan ini adalah anak berumur 7 tahun *___*.
Semua berawal dari pertanyaan keponakan perempuan saya yang berusia 7 tahun. Berikut cuplikan obrolan kami:
“Tante, tante A itu agamanya apa sih? Islam bukan?”
“Iya, Islam. Kenapa emang?”
“Kalau Islam, kenapa si tante A itu nggak make jilbab atau kerudung?”
“Kan nggak semua orang Islam itu make kerudung. Ada yang nggak make, tapi bukan berarti dia bukan Islam.”
“Berarti tante A itu bukan Islam dong tante. Islam yang baik itu harus make kerudung. Kalau nggak make, berarti Islam-nya nggak baik.”
Saya tercekat…… nggak nyangka kalau ternyata ada orang yang termasuk dalam lingkungan dekat saya memiliki pemikiran seperti ini. Tentu saja bukan kapasitas saya untuk menentukan seperti apa Islam yang baik atau yang tidak. Tapi rasa-rasanya, ingin sekali saya mengajak keponakan saya ini untuk bertemu teman-teman muslim saya yang tidak berkerudung namun saya tahu pasti mereka adalah muslim yang baik.
Saya tidak bisa menyalahkan keponakan saya. Tumbuh di lingkungan di mana semua perempuan yang ia kenal mengenakan hijab, bahkan sejak kecil, mungkin ya itu yang dia pahami. Masalahnya tidak ada orang dewasa di sekitarnya yang berusaha untuk menjelaskan tentang perbedaan itu atau mungkin jangan-jangan orang dewasa di sekitarnya yang malah menanamkan pola pikir yang ada di kepalanya?!
Namun, iya, saya sedih. Bahwa dari mulut seorang anak kecil bisa keluar kalimat yang cukup menghakimi (menurut saya). Bahwa baik atau tidak hanya bergantung pada tampilan luar semata.
Setidaknya, obrolan saya dengan si keponakan ini membuat saya jadi punya topik untuk saya bahas bersama kedua anak saya. Malam harinya, topik tentang jangan menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja menjadi pokok bahasan saya dengan si kakak dan si adik.
Percakapan antara saya dengan keponakan saya, kembali saya ceritakan kepada anak-anak saya. Di akhir cerita, saya bertanya sama mereka
“Menurut kakak adik, benar nggak sih apa yang dibilang sama T? Bahwa Islam yang baik itu harus berhijab? Kalau nggak berhijab sudah pasti nggak baik?”
Pertanyaan seperti ini membuat kedua anak saya berpikir dan mengemukakan pendapat mereka. Dan paling penting adalah saya bisa tahu mindset yang ada di otak mereka seperti apa. Ini kesempatan saya kembali menanamkan nilai-nilai toleransi yang dianut oleh keluarga kami. Jangan sampai, nilai-nilai yang kami punya harus tergerus akibat pergaulan mereka dengan orang-orang di sekitar mereka.
Saya juga berusaha mengajak anak-anak saya untuk membayangkan diri mereka berada di posisi orang yang dinilai nggak baik hanya karena penampilan. Kira-kira apa yang dirasakan oleh anak-anak saya? Apakah mereka sedih, marah atau kesal? Kalau marah, apa alasannya? Kalau sedih, kenapa harus sedih?
Saya juga selalu menekankan kepada mereka bahwa kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk memiliki standar yang sama dengan kita. Misalnya, saya selalu mewajibkan anak-anak saya untuk mengenakan sepatu kalau ingin bepergian ke mall, agar mereka terlihat rapih dan bersih. Namun, bukan berarti mereka yang hobi memakai sandal itu berantakan dan kotor.
Dan, satu lagi, jangan terbiasa mengidentifikasikan sesuatu hal yang kita tidak suka dengan kondisi tertentu pada orang lain, seperti:
“Kalau makan jangan bunyi dong nak, kayak tukang becak aja sih.”
“Jangan teriak-teriak begitu kalau ngomong, kayak anak kampung.”
“Nggak usah tato-tato, kayak preman pasar aja.”
“Jangan pakai baju tanpa lengan, seperti perempuan nggak benar aja.”
Dst……dst…. dst-nya……
Kita nggak pernah tahu isi kepala dan hati orang lain hanya dengan melihat apa tampilan luarnya saja. Kalau Tuhan saja menyelidiki hati, siapa kita yang sibuk menghakimi orang hanya berdasarkan penampilan luar?
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS