banner-detik
SELF

Melepaskan Barang Lama, Sehat Psikis dan Keuangan

author

adiesty03 Dec 2016

Melepaskan Barang Lama, Sehat Psikis dan Keuangan

Setuju nggak kalau saya bilang perempuan itu gampang banget terbawa emosi? Susah move on dan melepaskan kenangan dari sebuah barang. Padahal melepaskan barang yang sudah punya keterikatan itu banyak manfaatnya, lho. Baik dari sisi psikologis ataupun keuangan.

Saya paham kalau menyimpan barang sampai bertumpuk-tumpuk dan nggak digunakan itu mubadzir. Tapi gimana, dong? Buat melepaskan benda-benda kesayangan apalagi yang punya nilai ‘sejarah’ itu kan susahnya bukan main.

Contohnya nih, sampai sekarang saya masih menyimpan baju yang diberikan mantan pacar (baca: suami)- saat kami masih pacaran. Saya pun masih menyimpan benda lain seperti tas biru yang merupakan hadiah pernikahan yang ke-3 tahun dari suami. Kalau barang-barang tersebut masih dipakai, sih, sebenarnya nggak apa-apa, ya. Masalahnya barang tersebut lebih banyak jadi ‘penghuni’ lemari saja.

Iya, saya susah banget move on. Menyedihkan, ya? Tapi itu kenyataannya. Tapi untungnya, kalau sama mantan, sih, saya bisa cepat move on. *big grin*

Ngomongin masalah keterikatan perempuan terhadap suatu barang, ternyata hal ini memang diamini banyak perempuan lain, kok. Setidaknya saat acara blogger gathering Saturday With OLX yang dilangsungkan 19 November 2016, hampir semua blogger yang hadir merasakan hal yang serupa dengan saya. Kalau dilihat dari kacamata psikolog, ternyata hal ini memang sangat wajar, kok.

melepaskan barang lama, sehat psikis dan keuagan_mommiesdaily

Pada kesempatan itu, Nadya Pramesrani M.Psi., Psi, Co Founder Rumah Dandelion mengatakan kalau dilihat dari sisi psikologi, perempuan memang ada kecendrungan untuk menyimpan kenangan pada suatu barang. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut ternyata bisa  bahaya dan jadi 'ancaman', lho.

Nadya bilang, kalau sebenarnya hal ini bisa bahaya kalau kita ‘terjebak’ dengan kenangan pada suatu barang, apalagi jika barang tersebut sudah nggak berguna. Biasanya, nih, pemikiran yang bikin perempuan itu terjebak adalah pikiran  ‘just in case’. Melihat baju putih yang sudah lama nggak dipakai, nggak rela dilepaskan karena berpikir, “Eh, nanti kalau ada acara yang dresscode-nya putih, gimana?”. Melihat celana jeans kesayangan yang sudah sempit, nggak rela diberikan ke orang lain gara-gara mikir, “Eh… kalau nanti gue kurus, kan celana ini bisa dipakai lagi”.

Hahahaha…. ini, kok, saya banget, ya?

Pemikiran ‘just in case’ seperti inilah yang ternyata bisa menghambat kita untuk melepaskan barang. “Padahal pertimbangkan saja, ‘just in case’ itu, barang yang kita simpan akan dipakai lagi apa nggak nantinya? Kalau misalnya nggak dipakai lagi, ya, let it go,” ucap Nadya. Bukan apa-apa, sih, menurut Nadya ketika kita stick sama masa lalu, sebenarnya tanpa disadari akan memengaruhi psikologis.

Lagi pula, ketika kita merelakan barang dan memberikannya pada orang yang membutuhkan, bukankah itu lebih bermanfaat? Apalagi kalau barang preloved tersebut bisa dijual sehingga kita bisa mendapatkan uang tambahan? Wah, benar juga, sih. Kalau satu tas  preloved bisa dijual Rp 200 ribu, sementara saya punya 5 tas yang sudah nggak dipakai. Artinya, saya bisa dapat pemasukan tambahan Rp 1 juta.

OLX1*Nadya, Amel dan Sazkia selaku moderator 

Nah, buat Mommies yang sulit melepaskan barang lama dan masih ragu untuk menjualnya, Nadya memberikan beberapa kiat yang bisa kita ikuti. Apa saja?

  • Buat Jadi Rutinitas
  • “Segala sesuatu itu akan lebih mudah dilakukan jika sudah jadi kebiasaan. Untuk itu, set waktu regular, misalnya seminggu sekali. Ajak saja anak untuk melakukan screening barang yang ada di rumah, selama 30 menit juga cukup kok”.

  • Saat Sortir Barang, Berikan Kategori
  • “Coba cek, apakah barang tersebut masih dipakai apa nggak, sudah tidak dipakai, atau malah belum yakin mau dipakai atau nggak. Kalau memang  nggak tahu, coba screening kembali ke diri sendiri. Dengan memberikan kategori seperti ini tentu akan lebih mudah.

  • Buat Jangka Waktu
  • Setelah barang dipisahkan, tidak ada salahnya untuk mempertanyakan ke diri sendiri, kapan barang tersebut terakhir kali dipakai? Kalau sudah nggak ingat kapan terakhir dipakai, ya lepaskan aja. Dengan begitu, kita bisa tahu apakah barang tersebut relevan atau tidak dengan kebutuhan selama 6 bulan ke depan. Kalau ternyata setelah 6 bulan kita lupa dan tidak pernah menggunakan lagi, sudah saatnya untuk melepaskan barang tersebut.

    Begitu mendengar kiat dari Nadya ini, saya kok langsung kepikiran untuk menjadikan rutinitas baru keluarga, ya. Lagi pula, selain bisa dapat uang jajan dengan menjual barang lama yang sudah nggak kepakai, saya yakin rutinitas ini bisa menularkan kebiasaan baik pada anak saya, Bumi.

    OLX

    Waktu itu beberapa blogger juga sempat cerita pengalaman mereka saat menjual barang preloved, khususnya di OLX. Kalau selama ini banyak yang mengira OLX identik dengan man stuff, ternyata nggak begitu, kok. Barang-barang preloved perempuan seperti produk fesyen ataupun kebutuhan rumah tangga juga bisa didapatkan di OLX. Di OLX sendiri juga sudah ada beberapa ‘saringan’ sehingga proses jual beli jadi lebih aman dan nyaman.  Oh, ya, waktu itu Amelia Virginia, PR Manager OLX Indonesia juga sempat bilang  juga kalau di OLX pernah mencatat  waktu penjualan barang dengan waktu yang relatif singkat, yaitu 2 menit saja.

    Duh, saya kok jadi pengen buru-buru sortir barang-barang di rumah, ya? Barang yang memang dirasa sudah nggak digunakan akan rela saya lepaskan supaya bisa dapat uang tambahan dan kesehatan psikis juga.Apalagi saat ini OLX juga sedang menjalankan program baru, Bekas Jadi Liburan. Siapa tahu saja kan, saya bisa menang dan dapat hadiah gratis jalan-jalan ke Singapura?

    Share Article

    author

    adiesty

    Biasa disapa Adis. Ibu dari anak lelaki bernama Bumi ini sudah bekerja di dunia media sejak tahun 2004. "Jadi orangtua nggak ada sekolahnya, jadi harus banyak belajar dan melewati trial and error. Saya tentu bukan ibu dan istri yang ideal, tapi setiap hari selalu berusaha memberikan cinta pada anak dan suami, karena merekalah 'rumah' saya. So, i promise to keep it," komentarnya mengenai dunia parenting,


    COMMENTS