banner-detik
PARENTING & KIDS

Yuk, Ajak Anak Mengenal Teman yang Baik dan Mana yang 'Toxic'

author

adiesty01 Dec 2016

Yuk, Ajak Anak Mengenal Teman yang Baik dan Mana yang 'Toxic'

Salah satu dari sekian banyak harapan saya pada Bumi kelak ketika ia beranjak remaja, Bumi mampu membedakan mana teman yang baik dan mana teman yang masuk dalam kategori toxic friends.

Pada masanya, saya pernah menganggap teman adalah nomor satu, yaitu ketika saya memasuki usia remaja. Teman menjadi segalanya; tempat berbagi cerita mulai soal cowok idaman, guru killer, bahkan teman curhat soal betapa orangtua sering kali terasa sangat menyebalkan, ahahahaa. Teman ibaratnya cheerleaders dalam hidup saya, pendukung saya dan pemberi semangat ketika saya lelah.

Saya jadi ingat obrolan dengan seorang psikolog anak yang sering wira-wiri di acara keluarga, Roslina Verauli. Dia bilang, peran teman dalam kehidupan anak khususnya ketika mereka beranjak remaja sangat besar. Usia remaja, saat mereka menghadapi banyak tantangan, mereka membutuhkan teman yang tepat. Teman yang bisa mendukung perkembangannya. Teman yang bisa mengerti, menginspirasi, dan memberikan dukungan agar bisa menjalani setiap proses dalam kehidupan.

toleransi

Sepanjang perjalanan saya dalam memilih teman, pasti ada satu dua teman yang memberi dampak negatif dalam hidup saya dulu. Sempat mengenal, kemudian alam memilih dengan sendirinya, saya pun tidak lagi memasukkan mereka dalam lingkup pertemanan saya.

Meskipun saya selalu ingin anak saya, Bumi, bisa bergaul dengan siapa pun, tanpa perlu pandang ‘bulu’, tetap saja saya khawatir jika anak saya salah pilih teman. Teman yang bisa menjerumuskannya ke hal-hal yang negatif.

Belajar dari pengalaman, rasanya nggak ada salahnya, ya, kalau dari sekarang saya sudah memberikan gambaran ke Bumi, ciri-ciri teman baik dengan teman yang hanya bisa ‘meracuni’.

1. Teman baik itu, biasanya akan senang jika kita mencapai sebuah keberhasilan. Bahkan tanpa diminta, mereka seakan ikut ‘merayakan’ kegembiraan bersama. Sementara, kalau teman yang kurang baik, tentu saja mereka akan merasa cemburu dengan achievement yang diraih.

2. Teman yang baik juga tentu paham kalau ada kalanya kita butuh waktu sendiri, sementara kalau toxic friends itu cenderung senang mengekor kemana-mana. Bahkan mengekor gaya kita. Nyebelin kan?

3. Tentu kita bisa membedakan jika ada teman yang mampu menunjukan kalau mereka punya rasa peduli dan empati yang tinggi dengan teman yang lebih senang menghakimi dan hanya memberikan kritik. Ya, kalau kritikannya diberikan untuk sesuatu yang baik, sih, nggak apa-apa. Tapi, kalau ungkapannya menunjukan rasa iri?

4. Menurut saya, sih, salah satu indikator teman yang baik adalah mereka yang bisa diajak berdiskusi dan open minded. Nggak keukeuh dengan pendapatnya sendiri saja. Jadi, teman yang baik adalah mereka yang enjoy untuk mengubah opini yang mereka punya. Sedangkan toxic friends adalah mereka yang hanya mau memenangkan agumen pribadinya saja.

5. Pernah nggak dapat telepon dari seorang teman yang tahu-tahu minta bantuan? Untuk meminjam uang, misalnya. Saya, sih, suka agak heran dengan teman yang seperti ini, ya. Datang ketika memang sedang membutuhkan bantuan saja. Bukankah teman yang baik idealnya adalah mereka yang mau menghubungi tanpa ada udang di balik batu? Mereka yang menghubungi karena mereka memang benar-benar kangen.

6. Teman yang baik adalah teman yang bisa dijadikan tempat curhat, tempat berbagi rahasia, dan tentunya bisa menyimpan rahasia tersebut tanpa perlu mengumbar pada orang lain. Toxic friends? Ya, tentu saja mereka yang bermuka dua dan tidak paham artinya rahasia, sering kali membicarakan hal-hal yang memang tidak seharusnya dibicarakan.

7. Saya percaya, sebuah hubungan perlu dilandasi oleh rasa percaya. Baik hubungan antara pasutri, sahabat, bahkan hubungan dengan rekan kerja. Jadi, menurut saya, sih, idealnya teman yang baik adalah mereka yang percaya dengan apa yang kita bicarakan dan lakukan. Bukan sebaliknya yang selalu ragu akan kebenaran kita.

Umh, apa lagi ya? Ada yang mau nambahin?

Share Article

author

adiesty

Biasa disapa Adis. Ibu dari anak lelaki bernama Bumi ini sudah bekerja di dunia media sejak tahun 2004. "Jadi orangtua nggak ada sekolahnya, jadi harus banyak belajar dan melewati trial and error. Saya tentu bukan ibu dan istri yang ideal, tapi setiap hari selalu berusaha memberikan cinta pada anak dan suami, karena merekalah 'rumah' saya. So, i promise to keep it," komentarnya mengenai dunia parenting,


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan