Sorry, we couldn't find any article matching ''
Apakah Kelak Anak Saya Tidak Lagi Mengenal Kata Toleransi?
Entah perasaan saya saja atau memang ini juga dirasakan oleh orangtua lain, bahwa toleransi saat ini semakin menipis. Ketakutan saya adalah, apakah kelak Bumi, anak saya tidak lagi mengenal kata toleransi? Semoga saja tidak.
Jangan mengaitkan tulisan saya dengan urusan politik, agama atau isu SARA. Silakan baca tulisan saya dengan menggunakan akal dan hati.
Sebagai ibu, jujur saja saya resah dengan kondisi dan situasi yang terjadi belakangan ini. Mulai dari social media yang semakin lama semakin panas, demo besar-besaran hingga terakhir peristiwa ledakan bom di Gereja Oikumene, Samarinda, yang merenggut nyawa bocah yang tidak berdosa. Bocah bernama Intan Olivia Marbun, yang berusia 2 tahun.
Saya sedih membaca tulisan-tulisan di social media, yang ditulis oleh orang -orang yang saya kenal. Tentang kebencian mereka terhadap agama yang berbeda dan suku yang berbeda. Tanpa mereka sadar (atau mungkin mereka sadar namun tidak peduli) bahwa tulisan mereka bisa dibaca oleh siapa pun termasuk anak-anak yang memiliki akses berinternet. Anak-anak yang mungkin masih menganggap bahwa apapun yang dikatakan oleh orangtuanya, om tante, pakde atau eyangnya mutlak adalah hal yang benar. Bahwa membenci mereka yang berbeda adalah hal yang lumrah.
Saya sedih menyaksikan, anak-anak kecil yang (mungkin) tidak tahu apa-apa diajak berdemo, apapun alasannya. Apakah karena tidak ada yang menjaga di rumah atau alasan lain yang mungkin lebih 'sakral.' Apa yang akan tertanam di benak mereka, mendengar orasi yang berapi-api, berpanas-panasan. Ingin berdemo? Ingin menuntut? Silakan, itu hak Anda. Namun jangan libatkan anak-anak di dalamnya. Biarkan anak-anak belajar bahwa ada banyak cara lain untuk menuntut sebuah keadilan. Ingat saja, negara ini masih punya hukum kan :).
Saya sedih dengan kekerasan antara umat beragama yang tidak pernah berhenti. Pengeboman rumah ibadah, pelarangan pembangunan rumah ibadah, dan masih banyak lagi. Boleh bantu saya menjawab, jika kelak anak saya bertanya, kenapa semua ini terjadi? Apakah berarti mereka yang berbeda dengan kita sudah pasti salah?
Saya tidak tahu dengan Anda, namun saya tahu pasti bahwa saya ingin anak saya tumbuh besar dengan mengetahui bahwa ada agama lain selain agama yang ia anut, bahwa ada suku lain selain suku yang mengalir dalam darahnya. Bahwa perbedaan itu bukan sebuah kesalahan.
Mungkin banyak yang sudah lupa dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. kalau kita hidup di negara yang kaya dan beragam.
Dari sini saya belajar bahwa mengajarkan anak akan keberagaman sangat penting. Bahkan ia hidup di tengah-tengah ragam budaya dan agama. Penting buat saya, sebagai orangtua memberika contoh nyata menjadi sosok yang toleran.
Saya dan suami memulainya dengan mengatakan ke Bumi, kalau sebenarnya semua agama memiliki ajaran yang sama, untuk saling mengasihi dan berbuat baik terhadap siapa pun.
Dan ternyata, keresahan yang sama juga dirasakan oleh Thatha, rekan saya di Mommies Daily. Ia menuturkan “Gue khawatir akan dampak ke depannya untuk kehidupan toleransi beragama di Indonesia. Anak-anak kita nanti pasti juga belajar sejarah dong, ya? Lalu mereka akan menemukan fakta kalau pernah ada peristiwa yang memecah belah damainya bangsa ini dari isu rasis. Sudah pasti nggak baik untuk citra, Indonesia, yang sebenarnya toleransi agama di Indonesia yang sudah terkenal baik”. Dalam rangka menjalankan misinya mengenalkan keberagaman Indonesia, ia pun memiliki misi "Mengenalkan dunia" pada Jordy lewat kegiatan traveling.
Apakah saat ini toleransi begitu mahal? Bisa jadi jika kita semua diam saja. Namun toleransi akan terus ada jika kita sebagai orang tua menunjukkannya kepada anak-anak kita. Masalahnya tinggal kita mau atau tidak melakukannya.
Saya mau melakukan banyak hal demi menjaga toleransi tetap ada di negara ini. Demi mewariskan tempat tinggal yang nyaman dan bersahabat untuk anak saya. Bagaimana dengan Anda?
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS