banner-detik
SHOPPING

Motherhood Monday; Lila Imeldasari, Perempuan di Balik Lemari Lila

author

adiesty23 Nov 2015

Motherhood Monday; Lila Imeldasari, Perempuan di Balik Lemari Lila

Adalah Lila Imeldasari, perempuan kreatif di balik Lemari Lila yang bisa menaikan derajat kebaya baheula di zaman yang kian modern ini.

Sejak dulu saya selalu nge-fans dengan segala jenis kain khas Indonesia. Baik itu batik, lurik, tenun, ataupun songket. Kalau melihat produk yang menggunakan bahan khas Indonesia ini, mata saya langsung hijau, hehehe. Nah, ngomongin masalah kain tradisional dan produk etnik, beberapa waktu lalu saat lagi cuci mata di Instagram tanpa sengaja saya menemukan akun Lemari Lila. Sebuah brand lokal yang menawarkan fashion items yang menggunakan bahan material kain batik dan lurik.

Lemari Lila2

Begitu melihat produknya, kok, saya tertarik, yah. Di mata saya, produknya eye catching. Potongannya terlihat sederhana, dan yang pasti produk ini punya ciri khas yang nggak dimiliki produk lainnya. Contohnya adalah kebaya Mbok Jum, yaitu kebaya model baheula atau yang kita kenal dengan model kutu baru, lengkap dengan stagen. Intinya, sih, kalau melihat kebaya Mbok Jum akan mengingatkan kita pada sosok perempuan paruh baya yang berasal dari tanah Jawa.  Penampilannya tentu saja nggak lepas dari sanggul besar dan tentunya pakai kebaya lengkap dengan stagen.

Adalah Lila Imeldasari, perempuan kreatif di balik Lemari Lila yang bisa menaikan derajat kebaya baheula di zaman yang kian modern ini. Ibu dari Aksan Rana Bumi (4 tahun) ini bercerita bahwa usahanya, Lemari Lila, yang dirintis sejak tahun 2009 sebenarnya dimulai tanpa sengaja. Siapa sangka, dengan modal awal 500 ribu, istri dari Abu Juniarenta ini kini sudah bisa meraup puluhan juta rupiah dalam sebulan. Wah.... hebat, yah!

Penasaran ceritanya seperti apa? Berikut kutipan obrolan saya dengan Mbak Lila.

Ceritain, dong, Mbak, awal mula Lemari Lila ini didirikan? Idenya dari mana, sih?

Sebenarnya awalnya cuma iseng-iseng aja, aku mulai tahun 2009 silam. Ideya sendiri karena aku pada dasarnya suka baju etnik tapi selalu kesulitan untuk menemukan model yang pas. Rasanya nggak ada yang sreg. Akhirnya lama-lama design sendiri, jadi awalnya bikin memang untuk dipakai sendiri, bukan untuk dijual. Dan ternyata banyak yang suka. Karena banyak yang tanya, aku pikir, kenapa juga nggak jahit beberapa potong lalu aku jual. Akhirnya mulai diseriusin awal 2010. Pembelinya awal-awal memang hanya teman-teman saja, lalu aku akhirnya titip jual pada teman yang punya butik di Jakarta. Kemudian baru mulai jual lewat Facebook di pertengahan 2010.

Saat memulai usaha ini, tantangannya terbesarnya apa, sih, Mbak?

Tantangannya itu susah banget cari penjahit yang bisa menjadikan design sesuai dengan keinginan. Lalu sebelum menjual aku pun harus mengenal kain Indonesia lebih dalam, misalnya batik atau lurik. Nggak cuma harus tahu motifnya aja, tapi bagaimana sifat kainnya.

Biasanya, nih, untuk design inspirasinya dari mana saja?

Kalau design, aku sesuaikan dengan kesukaan aku dulu. Aku bangetlah design-nya. Kalau untuk kebaya dari kebaya mbok-mbok Jawa dan dari kebaya nenekku. Kalau untuk baju santai, dari gaya Jepang yang modelnya longgar tapi tetap berpola bajunya. Atau... baju dengan gaya tahun 60-70an. Tapi tetap dengan tagline, Lemari Lila traditional meets modern clothing.

Apakah ada visi dan misi tertentu yang ingin Mbak sampaikan lewat Lemari Lila?

Aku ingin perempuan Indonesia punya ciri khas dalam berpakaian, jadi punya identitas.

Di laman selanjutnya, Mbak Lila 'membocorkan' soal investasi, omset serta strategi yang sudah ia lakukan selama menjani usaha Lemari Lila.

Lemari Lila

Kebaya Mbok Jum jadi salah satu produk khas dan sangat diterima pasar. Kenapa, sih, dikasih nama kebaya Mbak Jum?

Nama baju aku memang selalu nama Indonesia, Mbok itu kan artinya Ibu, Jum dari kata Jumiyem, nama asli perempuan Jawa.

Masih ingat nggak Mbak berapa investasi yang Mbak keluarkan untuk untuk merintis usaha Lemari Lila?

Awalnya? Hanya 500 ribu saja, kok. Waktu itu uangnya aku belikan baju dan aku modifikasi. Sementara kalau membeli bahan dan jahit, waktu itu modalnya nggak lebiih dari 1 juta.

Waaah... kalau omsetnya sendiri, saat ini gimana?

Hahahaha.. berapa, ya?? Kalau saat ini setiap bulannya sudah di atas 50 juta.

Oh, ya, Mbak Lila kan sebelumnya berkecimpung di industri kreatif, film. Hal ini memengaruhi usaha Lemari Lila nggak?

Iya, karena aku dapat referensi dari orang sekitar yang memang kebanyakan orang seni. Jadi, baju mereka bisa aku jadikan ide, buat masukan untuk membuat design. Untuk pemasaran juga jadi pakai public figure.

Nah, ngomongin strategi pemasaran, sejauh ini langkah atau media apa saja yang sudah Mbak lakukan?

Awalnya Lemari Lila ini lewat Facebook, lalu bazaar, dan sekarang toko. Selama ini aku juga merasakan sosial media ini banyak sekali ngebantu promosi.  Misalnya, nih, pembeli Lemari Lila dari Facebook itu datang dari mana saja. Cuma memang kalau lewat sosial media, kekurangannya aku nggak bisa tatap muka dengan pembongkar lemari Lila. Biar bagaimana pun, saat bertemu langsung dengan pembongkar lemari Lila, masukan yang akan aku dapatkan akan beda lagi. Jadi, antara sosial media, bazaar dan toko memang harus bisa dijalankan secara beriringan.

Sepengetahuan saya, produk Lemari Lila sudah menyasar Jerman dan Italia. Boleh ceritakan bagaimana prosesnya?

Sebenarnya, ada teman orang lokal yang bawa ke sana, customer di Facebook. Jadi, saat mereka pulang ke Indonesia, mereka sempat beli. Nggak tahunya mereka bikin fashion show di sana untuk komunitas terbatas, kalau nggak salah dalam rangka batik.

Dalam satu bulan, biasanya produksi berapa design yang Mbak hasilkan?

Setiap koleksi aku sebenarnya nggak dibuat secara masal. Biasanya aku buat nggak lebih dari 30. Mungkin design sama, tapi motif akan berbeda. Misalnya kebaya mbok jum, bagian stagennya saja akan beda-beda. Dulu, sih, saat penjualan lewat Facebook, produksinya hanta 100 buah, tapi ketika sudah punya toko bisa 300 baju setiap bulannya. Kalau design, 60% design yang sama diulang dengan motif yang berbeda, 20% modifikasi design lama, lalu 20% lagi baru design baru.

Sebagai penjual, aku sendiri sangat ingin tahu siapa saja yang memakai produk Lemari Lila. Karena pada dasarnya, yang memakai baju aku pasti tipe orang  yang suka kain Indonesia dengan gaya yang santai.

Ceritain, dong, bagaimana keterlibatan suami yang Mbak jalankan ini?

Yang mengusulkan buka toko sebenarnya suami, dan untuk desain interior dikerjakan oleh suami dan teman kami. Bahkan yang mengatur pembukuan suami, jadi aku yang mutusin saja, Seperti bu boss, ya? Hahahaha....

Jadi Momprenuer tentu punya tantangan tersendiri. Bagaimana dengan Mbak Lila? Oh, ya... sebagai Ibu Mbak Lila juga sangat menekankan pengetahuan budaya untuk anaknya. Lengkapnya, langsung klik laman selanjutnya, ya.

Sebagai mompreneur tantangan terberatnya, apa saja, sih, Mbak?

Membagi waktu saja, sih. Tapi sekarang sudah jauh lebih enak karena suami juga sudah wiraswasta, dan aku sudah punya karyawan yang jaga toko, jadi anak aku nggak terlalu ngintil, hahaha. Jadi aku sudah nggak terlalu repot saat mau beli kain ataupun ke penjahit.

Sebagai orangtua, bagaimana cara Mbak Lila mengenalkan anak untuk mencintai budayanya sendiri?

Anak aku, Aksan, besar di Yogjakarta, sekolahnya juga nggak berbahasa pengantar bahasa Inggris. Aku selalu mau anak aku fasih berbahasa Indonesia, malah anak aku ini bisa bahasaJawa sedikit. Kalau pun sekarang suka bahasa Inggris, karena sudah mulai diajarkan di sekolah dan sering nonton TV kabel.

Aku juga membiasakan membacakan cerita rakyat, meskipun memang tidak dilakukan setiap malam. Mengenalkan makanan lokal juga perlu, terebih mengajarkan anak untuk sopan dengan orang yang lebih tua.

Lemari Lila1

Kira-kira, 5 tahun mendatang Mbak Lila akan melihat perkembangan Lemari Lila seperti apa?

Lima tahun lagi, maunya punya toko yang lebih besar dengan motif batik yang aku design sendiri. Jadi ada ciri khasnya. Sebenarnya untuk motif sendiri saat ini sedang digodok dengan teman yang memang jago gambar, sehingga motif dan warnanya lebih berciri. Selain itu aku juga sangat sadar kalau pemasaran online perlu dimatangkan lagi, jadi akan menjual lewat website lemarilila.com, yang akan diisi dengan cerita lebih dulu. Oh, ya, aku juga mau punya toko di Bali dan Jakarta. Mungkin itu dulu, ya...

Bagaimana Mbak Lila menyiasati agar produk lemari Lila bisa terus diterima oleh pasar?

Umh, apa, yaaah? Aku berusaha mempertahankan design dan gaya aku saja, jadi nggak mau memaksakan. Memang mengikuti trend harus tetap dilakukan, tapi tetap saja harus menyesuaikan dengan kemampuan dan bertahan pada tagline aku, yaitu traditional modern. Setiap saat aku juga ingin menaikan mutu jahitan, dan pengetahuan tentang proses pembuatan kain nusantara yang gampang-gampang susah.

Selain itu, mengedukasi pembeli untuk paham kain nusantara juga perlu dilakukan. Kain tradisional khas Indonesia ini kan punya cara dan sifat yang berbeda-beda. Aku juga ingin menjaga hubungan baik dengan customer, yang aku panggil pembongkar Lemari Lila, sebisa mungkin jadi teman mereka.

Mbak, minta beberapa kiat, dong, untuk pembaca Mommies Daily yang berencana untuk memulai usaha....

Mulai saja dari minat lebih dahulu. Setelah tahu minatnya di mana, lalu membekali diri dengan pengetahuan tentang usaha yang mau dibuka. Nggak usah banyak-banyak dulu, tapi harus punya pengetahuan dasarapa yang ingin dibuat. Misalnya, bahan didaptkan di mana, pemasaran yang ingin dipilih lewat apa, termasuk kemasan. Lalu modal nekat, berani mencoba. Untuk budget juga bisa dicari cara untuk memulai usaha. Asalkan sudah tahu mau fokus di mana.

Umh... apa yang dibilang Mbak Lila ini memang benar, ya. Untuk memulai usaha memang diperlukan keberanian untuk melangkah. Tapi tentu saja harus sepaket dengan ketekunan dan kerja keras. Buat Mommies yang penasaran dengan produk Lemari Lila, bisa langsung intip akun instagramnya. Kalau mau mampir ke tokonya juga bisa, di DI Panjaitan no 45, Yogyakarta.

 

PAGES:

Share Article

author

adiesty

Biasa disapa Adis. Ibu dari anak lelaki bernama Bumi ini sudah bekerja di dunia media sejak tahun 2004. "Jadi orangtua nggak ada sekolahnya, jadi harus banyak belajar dan melewati trial and error. Saya tentu bukan ibu dan istri yang ideal, tapi setiap hari selalu berusaha memberikan cinta pada anak dan suami, karena merekalah 'rumah' saya. So, i promise to keep it," komentarnya mengenai dunia parenting,


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan