Menyiapkan Anak Masuk ke Dunia Social Media

Behavior & Development

fiaindriokusumo・04 Sep 2015

detail-thumb

Mengizinkan anak memiliki akun di social media bukan hanya bergantung pada cukup atau tidaknya umur si anak. Masih ada hal lain yang lebih penting diperhatikan tentang anak dan social media.

Beberapa waktu lalu sempat heboh berita ‘perseteruan’ antara seorang artis dengan anaknya yang juga mulai menjadi artis (eh mulai atau sudah menjadi artis ya?). Ada yang menyayangkan sikap si ibu yang berkesan malah memojokkan si anak. Ada juga yang menyalahkan si anak kenapa juga dia curhat di social media. Itulah pentingnya kita tahu apa saja yang sebaiknya tidak di-share di social media.

Belajar dari pengalaman ibu dan anak ini (kan emang paling enak itu belajar dari pengalaman orang lain ya) saya jadi mulai berandai-andai kalau suatu saat nanti kedua anak saya sudah memasuki usia yang ‘aman’ untuk nyemplung dan bergaul di social media, kira-kira apa yang akan terjadi. Apakah mereka akan curhat tentang mamanya yang galak ini? Atau cerita kalau semalam mamanya ngambek dan berantem sama ayahnya? Waduh..... bisa bocor semua rahasia dapur kami :p. Dari sini saya ataupun mungkin Anda semua pasti paham, kalau usia nggak bisa dijadikan patokan utama seorang anak bisa memiliki akun social media. Ingat, tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan (Issshhhhh...... ).

rules-of-social-media

*Gambar dari sini

Sebelum seluruh belang kimpul rumah tangga saya tumpah ruah, sebelum anak-anak saya kemudian curhat tentang kisah cintanya yang mungkin nggak semua orang peduli atau sebelum anak-anak saya menjadi korban cyber crime berkedok kontes, saya pun mulai mengantisipasi kira-kira apa yang harus saya ajarkan ke anak-anak agar social media nggak berbalik menjadi alat yang akan menyakiti mereka kelak. Selain memastikan usia mereka cukup tentunya ini yang akan saya lakukan jika itu berkaitan dengan anak dan social media.

  • Tidak semua orang menyukai mereka
  • Dari awal saya selalu menjelaskan ke anak-anak saya, bahwa lingkungan tempat mereka tinggal, teman-teman dengan siapa mereka bermain, tidak semuanya selalu indah dan baik. Akan selalu ada orang yang mungkin nggak suka dengan apa yang mereka lakukan atau ucapkan. Nah begitu juga dengan social media. Nggak semua orang akan suka dengan apa yang ditulis atau posting. Siapkan anak untuk menerima celaan, ejekan atau bahkan hinaan yang mungkin datang dari social media. Bahkan dari seseorang yang mungkin mereka kira adalah teman mereka.

  • Latih mereka cara menjawab di social media
  • Salah satu anak yang membuat saya salut dengan ‘kedewasaan’-nya dalam menghadapi para follower adalah Azka anaknya Deddy Corbuzier. Lihat kualitas comment yang di-posting oleh para follower. Ada komentar yang perlu dijawab, ada komentar yang baiknya dicuekin dan ada komentar yang mendingan dihapus.

  • Kasih contoh
  • Maksudnya di sini adalah, saat anak-anak sudah lebih besar secara usia, saya akan ngasih lihat mereka jenis-jenis komentar yang ada di social media milik saya. Komentar berbau SARA mending diamkan saja. Dari sini setidaknya mereka jadi tahu, bagaimana kondisi sebenarnya ketika berinteraksi di social media. Ibaratnya simulasi di social media, gituuuu :D.

  • Ajarkan mana yang boleh di-share dan mana yang tidak
  • Anak-anak saya sudah cukup paham kalau untuk urusan foto. Saat mereka kelar mandi aja, ketika saya iseng mau foto dada si kakak yang emang montok (catat: anak saya dua-duanya laki-laki) tapa memasukkan wajahnya ke dalam layar kamera, dia udah bisa protes dan bilang “Mamaaaa,  nggak mau ah difoto nggak pake baju gini. Malu!” Oke, pelajaran yang saya kasih sudah masuk ke dalam otaknya dengan baik berarti.

    Jadi tugas saya adalah menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh mereka TULIS-kan di social media. Jangan menuliskan curhatan pribadi. Kalau mau curhat, sama mama aja (kayak gampang aja nyuruh anak begini nanti :p).

  • Gunakan Privacy
  • Nah, ini akan menjadi poin penting sebenarnya setelah usia. Setting privacy biar nggak semua orang bisa melihat aktivitas mereka di social media. Selanjutnya akan lebih mudah mengatur segala huru hara yang sering terjadi di ranah social media.

  • Berteman dengan mama dan ayah
  • Agak malas mungkin buat mereka ya, hehehe. Kalau aja dulu zaman saya SMP atau SMA udah ada tuh yang namanya social media, saya yakin, mama saya pasti menjadi orang nomor satu yang meminta pertemanan :p. Nah, kalau untuk yang satu ini, dibutuhkan kerelaan dari saya sebagai orangtua nantinya. Rela untuk jangan komentar aneh-aneh kalau ngelihat postingan anak-anak saya. Rela untuk nggak bikin malu mereka juga. Ini penting. Jangan sampai, yang tadinya mereka udah mau temenan sama kita di social media, jadi mutung dan ngambek karena komentar kita yang khas orangtua, hehehe. Mending simpan komentar kita untuk dibicarakan secara langsung dengan si anak.

    Itu semua poin saya. Kalau poin dari mommies, kira-kira apa?