banner-detik
OTHERS

Belajar Jadi Pasien Cerdas, Bukan Sok Tahu

author

fiaindriokusumo18 Jun 2015

Belajar Jadi Pasien Cerdas, Bukan Sok Tahu

Sekarang dalam hubungan antara pasien dengan dokter, tak hanya dokter yang dituntut untuk cerdas, karena pasien pun juga perlu cerdas. Tapi, jangan sampai cerdas berubah menjadi sok tahu.

Sejak punya dua orang anak, sejak virus dan bakteri semakin canggih, hubungan saya dengan dokter cukup ‘harmonis’ alias cukup rutin ke dokter. Karena minimal kalau tidak sakit, ya harus imunisasi bulanan anak-anak ataupun vaksinasi diri sendiri. Berhubung saya nggak pernah mau punya satu dokter andalan (kebayang repotnya kalau si dokter andalan ini lagi tidak praktik dan cuti dalam waktu yang lumayan lama), saya jadi sengaja mempunyai beberapa pilihan dokter baik itu untuk dokter anak, dokter kandungan, dokter penyakit dalam sampai dokter THT.

Dan, dari hasil ngobrol-ngobrol dengan para dokter ini, saya jadi paham jenis pasien yang mereka suka seperti apa. Hmmm, ternyata nggak hanya pasien yang punya dokter favorit, dokter pun punya pasien favorit.

D

*Gambar dari sini

  • Riwayat kesehatan yang lengkap
  • Saat datang ke dokter dengan keluhan tertentu, coba sampaikan dengan detail dan jelas tentang keluhan yang dialami. Misalnya, kapan demam mulai timbul,  kapan ruam mulai timbul (saat demam tinggi atau demam turun), dari bagian tubuh mana ruam mulai timbul, catat suhu tubu, gejala apa lagi yang muncul selain demam, adakah keluarga atau tetangga yang menderita penyakit yang sama. Jika ada alergi terhadap sesuatu, selalu ingatkan dokter tentang alergi tersebut. Dengan informasi detail seperti ini dokter jadi lebih mudah mendiagnosa kemungkinan penyakit.

    Jika memang Anda ada feeling kalau akan diminta melakukan tes laboratorium atau rontgen, tidak ada salahnya membawa hasil laboratorium dan rontgen terakhir yang dimiliki. Jika dalam kasus sebelumnya Anda sudah ke dokter dan sudah diberi obat namun belum sembuh juga, lalu  Anda ingin pergi ke dokter yang berbeda, jangan lupa untuk informasikan jenis obat yang Anda dapat sebelumnya.

  • Banyak tanya
  • Dokter kan juga manusia yang bisa lupa, jadi kalau memang ada hal lain yang belum jelas dan Anda ingin tanya, tanyakan saja. Kalau saya pribadi, setiap kali dokter memberikan obat, saya pasti akan bertanya, obat apa saja yang didapat, manfaat dari masing-masing obat, cara minumnya bagaimana (sebelum atau sesudah makan, boleh digabung dengan obat lain atau minumnya diberi jarak waktu). Kalau sudah ada antibiotik, saya akan tanya lagi, kenapa harus antibiotik.

  • Dokter dan Google adalah dua hal yang berbeda
  • Saya tipikal orang yang selalu mencari informasi terlebih dahulu berkaitan dengan keluhan-keluhan sakit yang saya ataupun anak-anak alami. At least dengan mencari tahu, saya jadi sudah punya gambaran tentang jenis-jenis penyakit yang mungkin diderita, pengobatannya dan lain sebagainya. Jangan salah, dokter senang kok kalau kita mencari tahu, karena ini bisa menjadi diskusi dua arah yang menyenangkan.

    Tapi jangan sampai setiap kali dokter menerangkan kemudian kita menjawabnya dengan “Tapi, kalau saya baca di google atau internet begini dok,” “Tapi kalau saya baca di internet nggak begitu dok,”. Intinya jadi berkesan kalau kita meragukan penjelasan yang disampaikan oleh si dokter.

    Boleh-boleh saja menyampaikan informasi yang kita terima dari sumber manapun, tapi sampaikan dengan kalimat yang baik tanpa  berkesan kita sok tahu dan tahu lebih banyak dari si dokter.

  • Setiap pasien memiliki hak yang sama
  • Suka sebal kalau ada pasien sebelum kita menghabiskan waktu yang lamaaaa di ruangan dokter? Membuat kita harus menunggu lama dan antrian pasien juga semakin panjang? Saya masih suka bersikap seperti itu sih *__*. Sebal rasanya kalau dokter dan pasien (selain saya) menghabiskan waktu lama di dalam ruangan. Dih, tau nggak sih banyak yang nunggu di luar. Tapi kalau posisi di balik, kalau saya yang ada di dalam ruangan dan memang saya benar-benar butuh berbicara lama dengan si dokter? Apa saya mau diburu-buru?

    Jadi, walaupun masih suka sebal, saya coba sabar dan mengingatkan diri saya, kalau nanti saya yang di dalam ruangan dokter, saya juga akan mendapat hak yang sama kok. Walaupun ketika anak cranky karena menunggu lama, ya saya cuma bisa menghela napas.

  • Jangan hobi berobat ‘digital’
  • Saat BBM, MMS dan Whatsapp sudah menjadi bagian dalam hidup sehari-hari, saya pernah kalau anak sakit, sedikit-sedikit minta obat dan saran hanya melalui whatsapp atau bbm. Kasih tau gejalanya ke dokter, atau saat ada gejala fisik seperti timbul ruam atau anak diare, saya cukup foto ruamnya lalu kirim ke dokter terus bertanya, kira-kira anak saya sakit apa dan obatnya apa.

    Mudah sih memang, nggak harus ke rumah sakit, macet dan antri. Tapi ternyata, dokter langganan saya akhirnya menegur. Menurut beliau, ada jenis penyakit yang mungkin cukup diobati dengan berobat via smartphone, tapi ada jenis penyakit yang nggak bisa diobati hanya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Dan, dokter saya juga bilang, bahwa dia adalah dokter bukan cenayang yang bisa mengobati penyakit dari jarak jauh (ouch.... saya pun tertohok mendengar sindirannya).

    Nah, kalau versi pasien cerdas menurut mommies apa? Yuk sharing di sini.

     

    PAGES:

    Share Article

    author

    fiaindriokusumo

    Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan