banner-detik
DAD'S CORNER

Kenapa Anak Butuh Ayahnya?

author

vanshe14 May 2015

Kenapa  Anak Butuh Ayahnya?

"Great, and even good-enough dads, appear to make a real difference in their children's lives." -            W. Bradford Wilcox.

Kehadiran Ayah dalam pengasuhan anak ternyata tidak hanya bermanfaat untuk tumbuh kembang si kecil saat ini, namun juga kelak ketika ia dewasa.

Father-and-Son

*Gambar dari sini

Suatu hari, bocah laki-laki saya yang berusia 5 tahun nyeletuk, "Mama dulu kenapa suka sama papa?"

Tentu saja saya dibuat tergagap oleh todongan pertanyaan yang tak terduga itu. Tapi belum sempat saya menjawab, dia sudah menjawab pertanyaannya sendiri dengan, "Pasti karena papa ganteng, ya."

Kontan saya terbahak-bahak. Saya tanya balik padanya, "Memang papa ganteng?"

Dia pun menjawab lagi dengan penuh keyakinan, "Iyalah! Papa ganteng banget orangnya!"

Just for the record, my husband doesn't look like Henry Cavill (the latest Superman) or Chicco Jericho. He's just a regular guy; tipikal orang Indonesia kebanyakan, bukan yang bisa tiba-tiba diberi tawaran jadi pemain sinetron saat sedang jalan-jalan di mall. Hahaha...

Tapi yang menggelitik, di mata anak saya, suami saya tak hanya dianggap ganteng, namun si kecil juga berpikir kalau:

Papa tahu segalanya.

Kenapa pesawat bisa terbang? Bintang dan planet terbuat dari apa? Listrik itu dari mana? Hal-hal berbau ilmu pengetahuan alam seperti ini memang bukan keahlian saya. Begitupun soal otomotif, olahraga dan kebanyakan hal lain yang menjadi kegemaran (anak) laki-laki. Maka, papanyalah tempat anak saya 'mengadu.' Mereka bisa berdiskusi panjang-lebar tentang hal-hal yang mereka berdua minati. Saya memang punya lebih banyak waktu bersama anak sehari-harinya, but I have to admit that my kid looks happiest when he's playing with his dad.

Papa adalah sahabatnya.

"Ssst... Pa, yang tadi jangan bilang-bilang mama, ya." Beberapa kali saya dengar anak saya ngomong begini, well secara dia ngomongnya di depan saya juga. Pasti karena ia pikir mamanya hobi mengatur, cerewet, bahkan tukang ngomel. Sementara sama papa, hampir apapun boleh. Ibarat kata,  Papa is the good cop dan mamanya... ya kebagian jadi the bad cop. Semakin besar, anak saya juga jadi punya hobi yang mirip dengan papanya. Paling jelas adalah seputar aviasi yang memang passion si ayah (meskipun profesinya bukan pilot, haha). Sekarang anak saya jadi kenal mana pesawat Boeing, mana yang Airbus. Dia tahu bagian-bagian pesawat karena tak pernah bosan mendengar 'dongeng' papanya tentang itu. Mungkin ini salah satu cara bonding antara mereka, ya.

- Papa adalah role model-nya.

My son has become my husband's biggest fan. Seiring dengan waktu, saya melihat kalau di mata anak, apapun yang dilakukan papanya adalah hal-hal yang bukan saja "hebat," tapi juga "benar." Papa di matanya adalah sosok pelindung yang tak kenal lelah. Papa juga sosok pemberani. "Papa bisa manjat sampai ke genteng, kenapa mama cuma ambil selimut aja minta tolong papa?" (Kebetulan stok selimut kami ditaruh di bagian teratas lemari baju yang dibuat menjulang sampai ke plafon).

Atau "Mama capek, ya? Sini Bumy pijitin. Bumy mau kayak papa, suka menolong." Bagian ini, nih, yang senantiasa membuat mata mamanya berbinar-binar, hehehe.

Dari situ saya sadar, kalau ternyata, interaksi anak dengan ayahnya tidak sekadar tentang main-main dan bercanda, tapi juga menjadi sarana untuk mentransfer nilai-nilai kehidupan. Seperti pernah saya tuangkan di artikel 'wawacinta' dengan suami beberapa waktu lalu, ia adalah sosok ayah yang banyak terlibat langsung dalam pengasuhan. Namun, keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan anak saat ini  bukan lagi hal langka. Kini semakin banyak ayah yang turut aktif dalam mengasuh anak. Mommies Daily bahkan pernah mengangkat isu tentang “Stay at Home Dads” di artikel ini - beberapa ayah yang dengan bangga menyandang predikat tersebut dan membagi pengalamannya.

Tapi, bagaimana jika suami masih belum banyak terlibat dalam pengasuhan anak? Bagaimana cara kita mengajak agar suami mau lebih aktif terlibat dalam pengasuhan?

Cek halaman berikut untuk mengetahui pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan si kecil dan apa dampaknya jika ayah tidak aktif terlibat.

fathers-day-ppt-superhero-300x225

*Gambar dari sini

Sering dibahas dalam berbagai seminar pengasuhan maupun artikel parentingketerlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan begitu banyak dampak positif. Saya kutip dari artikel ini, "Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ayah yang terlibat, merawat dan mau bermain bersama bayinya memiliki anak dengan IQ yang lebih tinggi, serta kemampuan linguistik dan kapasitas kognitif yang lebih baik. Selain itu, balita yang memiliki ayah yang terlibat dalam pengasuhan lebih siap secara akademis saat akan mulai sekolah, mereka terbukti lebih sabar dalam mengahadapi sumber stres dan frustrasi yang terkait dengan sekolah dibandingkan anak yang memiliki ayah yang kurang terlibat dalam pengasuhannya.

Pengaruh keterlibatan ayah terhadap pencapaian akademis anak terus berlangsung hingga mereka remaja dan dewasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ayah dengan gaya pengasuhan yang aktif dan sering merawat anaknya, maka terbukti si anak akan memiliki kemampuan verbal, kemampuan intelektual dan pencapaian akademis yang lebih baik saat remaja."

Tak hanya itu, anak dengan ayah yang terlibat dalam pengasuhannya memiliki rasa aman secara emosional sehingga lebih percaya diri, mandiri, lebih bisa beradaptasi, dan punya perilaku psiko-sosial yang baik sehingga dapat menjauhkan anak dari kekerasan serta menumbuhkan perilaku seksual yang sehat.

Sementara itu, saya kutip dari materi Ibu Elly Risman, dampak dari kurangnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan bisa berakibat anak:

- Cenderung memiliki hasil tes dan prestasi rendah

- Kehilangan rasa aman

- Lebih sering tantrum

- Kemungkinan untuk tidak naik kelas atau DO jauh lebih besar

- Lebih mudah depresi

- Lebih antisosial - entah membully atau dibully, agresif dan sensitif terhadap kritik

- Lebih sering sakit dan buruk dalam penilaian kesehatan — emosional, fisik, psikologis, sosial.

Berita baiknya, semakin banyak jumlah laki-laki yang mau turun langsung dalam rumah tangga maupun pengasuhan dalam tiga dekade terakhir. Menurut hasil riset, ada tiga hal yang dapat mendorong ayah agar mau terlibat dalam dalam pengasuhan.

Apa sajakah itu? Cek halaman selanjutnya

happy-family

*Gambar dari sini

1) Dukungan istri sebagai ibu.

- Laki-laki akan menjadi ayah yang lebih terlibat apabila istri sebagai ibu memandang pengasuhan sebagai usaha patungan (joint venture). Keyakinan si ibu akan pentingnya peran ayah bagi anak akan membuat si ayah memandang perannya dengan lebih penting pula. Hal ini akan mendorong ayah untuk memberikan lebih banyak keterlibatan dan kontribusi.

- Terkadang kita, para ibu, bersikap bak "juru kunci" terhadap keterlibatan ayah. Maksudnya, kita yang mengatur mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh suami selaku ayah. Entah karena merasa kurang yakin akan kompetensi suami sebagai ayah, atau tidak ingin kehilangan kendali di ranah parenting (secara disadari atau tidak). Hal-hal ini dapat menghalangi keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Padahal, hanya dengan dukungan kitalah kualitas ayah dalam pengasuhan dapat meningkat.

- Standar yang berbeda dalam urusan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak dapat menjadi penghalang keterlibatan ayah. Jika ibu lebih banyak memberikan dukungan dan semangat alih-alih mengkritik, maka ayah akan bisa lebih ingin terlibat.

2) Hubungan pengasuhan bersama yang baik.

- Kualitas hubungan si ayah dengan si ibu adalah prediktor terbaik keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Jika sebuah pernikahan diisi dengan banyak konflik, para ayah akan menjadi lebih sulit menjalin hubungan dengan anak, yang tentunya akan membuat lemah hubungan antara ayah dan anak.

- Ternyata, pengasuhan yang baik juga dapat memperkuat pernikahan. Ayah yang terlibat secara positif dalam kehidupan anaknya, cenderung memiliki pernikahan yang lebih sukses pula.

3) Jumlah jam kerja yang masuk akal.

- Menurut para ayah, jam kerja yang tinggi menjadi penyebab utama minimnya kontribusi ayah dalam keluarga.

- Para ayah yang punya jam kerja tinggi cenderung kurang bersikap menerima dan berempati terhadap anak-anak remajanya.

Dari riset tersebut, nampaknya kita sebagai ibulah yang perlu memberikan kepercayaan dan dukungan supaya para ayah mau lebih terlibat dalam pengasuhan. Apakah Mommies punya pengalaman seputar cara bonding ayah dan anak? Yuk, share di sini!

Referensi:

Sumber 1

Sumber 2

Sumber 3

PAGES:

Share Article

author

vanshe

Ibu satu anak. Was an SAHM for 2,5 years but decided that working outside home is one of many factors that keeps her sane. Grew up deciding not to be like her mother, but actually feels relieved she turns out to be more and more like her each day. She's on Twitter & IG at @rsktania.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan