Membangun Minat Memasak Anak

Self

kirana21・22 Jan 2015

detail-thumb

cooking_kids2*Gambar dari sini

Dengan latar belakang saya yang nggak bisa memasak, (baru bisa setelah pindah dari rumah ibu saya, dan itu pun tipe 5 minutes food :D) saya nggak menarget anak saya bisa memasak. Untungnya jaman anak masih kecil-kecil, Masterchef Junior belum musim, jadi saya tidak bermimpi mengajari anak memasak.

Tapi beda dengan saya yang baru bisa bikin nasi goreng di usia 30 tahun, nasi goreng pertama Darris dan Dellynn dibuat di usia 9 dan 8 tahun. Bukan nasi goreng fancy tentunya, tapi waktu saya cicipin, enak juga, kok!

Apa yang membuat perbedaan 20 tahun antara saya dengan anak-anak?

  • Masak bukan karena disuruh/ dipaksa
  • Saya ingat disuruh membantu Ibu mengupas dan memotong sayuran. Saya juga ingat disuruh membantu menggoreng tempe, tahu, atau perkedel. Tapi saya tidak pernah punya passion memasak ketika kecil. Nggak penasaran bereksperimen dengan macam-macam bumbu, bahan, dan perkakas. Mentok-mentok kreasinya mi instan dengan berbagai topping saja ..hahaha.

    Saya juga tidak pernah terpaksa memasak, karena tiap hari masakan Ibu ada 2-3 macam, jadi kapanpun akan selalu ada lauk dan makanan. Sementara saya sekarang cenderung hanya memasak 1-2 jenis makanan, dan saya nggak akan masak yang lain sebelum masakan sebelumnya habis. Saya nggak suka sisa makanan hanya menumpuk di kulkas, tapi minta lauk baru.

    Dengan kondisi ini (plus pembatasan mi instan hanya boleh seminggu sekali), anak saya akan terpaksa memasak kalau nggak mau lauk yang tersisa. Mulai dari telur dengan macam-macam model dan topping, sampai pasta atau nasi goreng (yang sebenarnya cuma modal bawang merah-putih, kecap, dan garam-gula; walau mungkin mereka akan menambah bumbu ini itu yang ada di dapur :D).

  • Saya membebaskan anak menguasai dapur.
  • Silakan memasak apapun, dengan syarat enak nggak enak harus dimakan..haha, nggak boleh mubazir. Plus selesai masak semua dibereskan dan dibersihkan.

    Dapur saya juga lebih banyak sepinya ketimbang terpakainya. Sebaliknya dapur ibu seperti ada jam kerjanya. Pagi sampai siang full, sore kosong, malam dipakai lagi untuk memanaskan lauk. Kadang sore pun ibu akan sibuk membuat camilan. Jadi rasanya itu dapur ibu, bukan dapur saya. Nyamankah memasak di dapur orang? ;)

    Tontonan dan wawasan kuliner juga berpengaruh.

    cooking_kids*Gambar dari sini

  • Saya jarang ikut campur saat anak mencoba memasak.
  • Saya nggak mempermasalahkan bentuk omeletnya, potongan sayurnya, atau sosisnya..toh bukan saya yang makan, kan? Jadi silakan saja mau pakai bahan apa dan dipotong seperti apa. Paling saya beri tips saja kalau sayur seperti wortel, makin tebal makin lama matangnya. Tapi kalau memang tetap memilih potongan tebal, ya, silakan.

    Nah, ibu saya dulu suka mengawasi kalau saya bikin sesuatu. Ininya harus gitu, itunya harus gini. Maksudnya mungkin baik memberi kiat dan menghindari salah masak jadi nggak bisa dimakan, tapi jadi nggak bisa bebas campur ini itu berkreasi. Asyiknya memasak jadi hilang.

  • Tontonan
  • Harus diakui acara seperti Masterchef dan channel memasak membuat orang tertarik memasak. Memasak yang tampak mudah seperti di Kitchen Hero atau Jamie's 15 minutes akan menggelitik rasa penasaran untuk mencoba, termasuk anak-anak.

    Jaman dulu adanya cuma memasak bersama Ibu Sisca atau Rudy Choiruddin, yang lihat bikinnya saja sudah nampak susah, mana bumbunya ribet, boro-boro kepingin mencoba.. haha.

  • Wawasan Kuliner
  • Dulu tidak banyak pilihan jenis makanan dan restoran seperti sekarang. Apalagi di kota besar seperti Jakarta, basically you can find food from every corner of the world here. Seperti kata si Ayah,"Dulu aku baru tahu pizza dan steak pas sudah kerja, lho, Ma. Anak-anak belum tiga tahun sudah cicip pizza, steak, sushi, udon, bulgogi, kebab, dll."

    Mencoba bermacam rasa dari berbagai daerah dan bangsa juga memperkaya wawasan kuliner anak. Saya perhatikan anak-anak peserta Masterchef Junior juga rata-rata keluarganya ada yang punya restoran atau akrab dengan bisnis makanan dan terbiasa mencoba berbagai makanan.

    Tertarik mengompori anak mulai memasak supaya nanti jadi Chef kelas Michelin Stars Restaurants? Traktir anak dulu kalau begitu ..hehe. Tapi, kan, khawatir kalau anak-anak pegang pisau atau parutan tajam, ya? Belum lagi harus berhadapan dengan kompor atau minyak panas. Nanti kalau kena bagaimana? Tunggu langkah belajarnya di tulisan berikutnya, ya!