Saat Harus Menyampaikan Kabar Duka Kepada Si Kecil

Parenting & Kids

?author?・15 Jan 2015

detail-thumb

sadboy*Gambar dari sini

Kevin sebut saja begitu, pada suatu kesempatan membacakan surat perpisahan kepada kawan baiknya yang telah berpulang dalam peristiwa jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501 jurusan Surabaya – Singapura di daerah perairan Belitung Timur 28 Desember 2014. Momen tadi saya saksikan di televisi. Seketika itu saya merinding, dari mana Kevin mendapatkan keberanian membacakan kalimat demi kalimat untuk kawannya yang telah meninggal dunia? Apakah Kevin menyadari sepenuhnya dia sedang berada di momen berduka? Apa yang Kevin bayangkan tentang kematian? Dan masih banyak pertanyaan yang terbesit di otak saya megenai kedukaan yang dialami oleh seorang anak.

Dalam kehidupan sehari-hari kejadian suka dan duka memang tidak bisa kita elakkan, we must face it! Yang jadi permasalahannya bagaimana jika kita harus menyampaikan kabar duka atau kematian kepada si kecil? Entah itu kehilangan salah satu anggota keluarga, kawan, atau orangtuanya.

Berduka dan Respon Emosional

Perasaan berduka atau kehilangan karena kematian dalam ilmu psikologi dikenal dengan istilah “Grief”. Lebih lanjut  Irma Gustiana A,M.Psi, Psi  (Psikolog Anak dan Keluarga) dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan Klinik Rumah Hati menjabarkan mengenai momen berduka. Menurut  Santrock (2004 ; 272) duka cita atau grief adalah kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih dan kesepian yang menyertai disaat kehilangan orang yang kita cintai. Sementara itu, Stewart (1988 : 605) menyatakan bahwa Grief adalah perasaan duka cita karena orang yang dicintai meninggal. Kesimpulannya, Grief dapat diartikan sebagai respon emosional terhadap kehilangan seseorang akibat adanya kematian.

Terkait dengan respon emosional yang disimpulkan oleh Grief di atas, menurut Irma ada beberapa respon atau reaksi yang wajib diwaspadai oleh orangtua maupun orang terdekat anak setelah mereka menerima kabar duka.

 

alone*Gambar dari sini

  • Masa depresi yang terlalu lama, di mana anak kehilangan minat pada kegiatan dan kejadian sehari-hari.
  • Sulit tidur, tidak berselera makan, terus menerus takut sendirian untuk waktu yang lama.
  • Terjadi regresi secara mental misalnya kembali mengompol, bertingkah seperti bayi
  • Menarik diri, enggan untuk bersosialisasi
  • Menjadi lebih mudah marah dan kesal
  • Prestasi sekolah menurun tajam atau malah tidak mau pergi sekolah.
  • Mengingat dampak psikologi setiap anak pasti berbeda-beda, ada pula di antara mereka yang bereaksi normal, di antarannya “Sedih dan menangis dalam waktu yang tidak terlalu lama, marah karena berpisah, lelah dan sulit tidur pada awal-awal kehilangan, hingga bertanya mengenai arti kematian yang menimpa orang yang meninggalkannya,” tutur Irma kepada Mommies Daily.

    Bagaimana cara menyampaikan berita duka kepada si kecil? Baca di halaman selanjutnya.

     

    telling3*Gambar dari sini

    Saatnya Menyampaikan

    Bagaimana cara terbaik dan manusiawi menyampaikan kabar duka kepada anak? Irma memberikan kiatnya, ajak anak berbicara, memberikan pengertian sesuai dengan level usianya. “Orangtua atau orang dewasa yang dekat dengannya perlu mendorong anak untuk bersikap lebih terbuka untuk mengeluarkan perasaannya dengan bertanya mengenai hal-hal yang terkait dengan kehilangannya. Anak seringkali merasa bertanggungjawab atas kehilangan yang terjadi. Hal tersebut perlu untuk didengarkan dan kemudian berusaha untuk menenangkan anak. “ ujar Irma.

    Saya jadi teringat dengan keponakan dari kakak ipar yang baru saja kehilangan ayahnya. Respon Tino (12) hanya terdiam tanpa ada satu katapun keluar dari mulutnya, pada saat dihubungi oleh kakak ipar saya di hari yang sama setelah kejadian. Tapi di sisi lain, Tami kakak Tino pernah mendapati Tino menangis diam-diam. Menurut Irma, Tino sedang mengalami fase denial, bahwa “Saya baik-baik saja menghadapi situasi ini (kematian ayah)” Hal itu merupakan bentuk pertahanan sementara dalam diri seseorang. Kemudian pada akhirnya muncul kemarahan (misalnya “kenapa ini mesti terjadi” “kenapa ayah saya”) dan bisa diekspresikan dalam bentuk menangis secara diam-diam.” tutur Irma.

    Pantas saja reaksi Tino seperti demikian, menurut Irma konsep berduka karena ditinggal seseorang meninggal dunia mulai dirasakan oleh anak-anak ketika mereka di usia sekolah, yaitu tataran usia 6-12 tahun. “Saat itu tahapan berpikirnya sudah berkembang, sejalan dengan pemahaman berbahasa dan sosialnya” jelas Irma. Sementara itu Irma menambahkan di usia 10 tahun anak sudah mulai mengenal konsep kematian dengan baik sehingga mereka cenderung memiliki perasaan cemas, takut akan kesendirian dan takut akan bencana atau agresivitas orang lain.

    Selanjutnya: Dukungan moril dan lingkungan sekitar sangat diperlukan si kecil dalam masa recovery-nya.

    mom-hugging-son*Gambar dari sini

    Memberikan Dukungan Moril

    Tidak ada satu pun manusia yang mau kehilangan seseorang yang dicintai, jika sudah terjadi hal terbaik yang bisa dilakukan adalah memberikan dukungan moril kepada si kecil yang sedang berduka – menemaninya, dan memeluknya. “Yang terpenting adalah berusaha membuatnya nyaman, jangan terlalu memaksakan anak untuk bisa memahami semua yang terjadi dalam waktu singkat. Anak butuh ruang, apalagi bagi anak yang menginjak remaja” kata Irma. Terlebih anak-anak belum bisa mengelola perasaan sedih mereka, maka peran lingkungan sekitar yang menjadi penentu keberhasilan seorang anak bisa recovery dari masa berdukanya.

    Fakta menarik yang saya dapatkan dari hasil ngobrol dengan Psikolog Irma, ternyata kehilangan yang dialami oleh seorang anak merupakan bagian dari integral proses kematangan anak. Artinya perasaan sedih mendalam karena kehilangan, baik kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan hewan kesayangan atau benda-benda yang dicintai juga berlaku pada anak. Kelak akan menjadikan mereka “tangguh” dan lebih siap ketika menghadapi hal-hal yang sulit diprediksi didalam kehidupannya kelak. Irma memberikan catatan penting, bahwa peran lingkungan atau support sosial sangat menentukan bagaimana anak menerima proses kehilangan tersebut, hal itu sebagai landasan mereka untuk menyesuaikan diri dengan masalah-masalah yang akan muncul dalam hidupnya.

    Huufftthhhh....pada praktiknya pasti tidak semudah membalikkan telapak tangan saat harus menyampaikan berita duka kepada si kecil :(,  tapi inilah hidup, ada yang datang dan ada yang pergi. Si kecil pun harus siap menerima kenyataan, suatu saat pasti ada seseorang yang berpulang terlebih dahulu.

    Mommies punya pengalaman serupa? Bagi ceritanya ke kami ya :)