banner-detik
DAD'S CORNER

Menikmati Fase 'Rewel' Saat Hamil

author

mamul14 Jan 2015

Menikmati Fase 'Rewel' Saat Hamil

Ketika hamil anak pertama, saya tidak merasakan kepayahan sama sekali. Tidak ada mual, tidak ada muntah, tidak ada yang namanya eneg pada makanan tertentu (malah bablas makan ingin ini dan itu), tidak ada pusing, tidak ada perasaan yang bercampur aduk. Saya baik-baik saja dam semua yang saya rasakan secara lahir dan batin masih sama seperti saya belum hamil. Ehm, kecuali berat badan yang meningkat sebanyak 27 kilogram.

Padahal, saat hamil anak pertama itu, saya selalu berjauhan dengan suami. Saya harus rela bertemu suami hanya beberapa kali dalam setahun dan ikhlas menunggu hingga 3-4 bulan. Puncaknya adalah menjelang kelahiran kakang, saya harus merelakan suami berdinas ke luar negeri selama sebulan. Jujur saja, dalam hati saya menangis sejadi-jadinya meski saat melepas kepergian suami saya iringi dengan lambaian tangan dan senyum. Bagaimana tidak sedih dan takut, setelah menghitung hari, saya yakin suami kembali ke tanah air setelah anak kami lahir ke dunia. Maka siapa yang akan menemani saya saat proses kelahiran anak kami yang pertama. Berbagai macam pikiran (kebanyakan pikiran jelek sih) berseliweran di kepala saya. Untunglah, suami saya bisa pulang satu hari sebelum saya melahirkan anak pertama saya. Nyaris sekali, ya!

Saat ini, saya sedang hamil anak kedua. Jika sebelumnya saya  bercerita tidak mengalami hal-hal yang ajaib saat hamil anak pertama, maka untuk kehamilan kedua ini saya bisa bilang “Beda banget dengan hamil Kakang (anak pertama) dulu, ya!”. Kehamilan anak kedua ini benar-benar menguras energi, pikiran dan perasaan saya. Jika hamil yang dulu saya bisa makan tanpa pilah pilih, maka sekarang saya jadi gampang eneg. Eneg dengan nasi, eneg dengan kuah santan, eneg dengan daging sapi atau ayam, dan eneg dengan susu.

Kehamilan kedua ini juga mampu mengaduk-aduk emosi saya. Saya jadi gampang tersinggung dan gampang nangis. Suami saya sampai serba salah dibuatnya. Satu lagi yang paling penting, saya mengalami mual dan muntah saat pagi dan sore hari. Rasanya jangan ditanya. Sungguh-sungguh membuat saya kepayahan! Beruntunglah si Kakang yang kini menginjak usia empat tahun, sangat mengerti kondisi ibunya. Tak jarang, jari-jari mungilnya memijat dahi dan ujung kaki saya.

Herannya, suami saya justru terlambat mengerti kondisi saya kali ini. Iya, suami saya sempat heran dan mengira saya terlalu manja dengan kondisi saya sekarang, karena kondisi kehamilan kali ini berbeda jauh dengan kondisi kehamilan saya yang dulu. Ditambah lagi, baru kali ini suami menyaksikan secara langsung perubahan kehamilan saya sejak minggu pertama hingga sekarang. Karena kehamilan sebelumnya, suami hanya mengetahui kondisi saya dari sms ataupun telepon. Jadilah, bukan hanya saya saja yang mengalami naik-turun emosi, suamipun turut merasakan emosinya yang bercampur aduk. Ditambah lagi, karena keadaan saya yang lemah setelah muntah-muntah di pagi hari, maka suami ikut bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga di pagi hari sebelum pergi kerja ke kantor. Masa-masa awal kehamilan anak kedua ini sempat membuat kami berdua stres.

Untunglah, ibu mertua mau mendengarkan keluh kesah menantunya dan memberikan penjelasan kepada kami berdua bahwa setiap kehamilan itu tidaklah sama. Ibu mertua sempat bercerita, saat hamil anak pertama yaitu suami saya, ibu mertua masih sanggup melakoni perjalanan darat dengan bis dari Bandung ke Solo tanpa menginap alias pulang pergi. Berbeda jauh saat menjalani kehamilan anak kedua yang mengharuskan ibu mertua selalu bolak-balik rumah sakit untuk bedrest total.

“Jadi,inilah saatnya kalian berdua bekerjasama. Kalau Maya sedang lemah, maka Yadi (nama suami saya) harus mau membantu Maya ya. Jangan jadi ribut karena keadaan Maya yang sedang hamil. Malah seharusnya kalian bersyukur diberikan kesempatan mendapatkan anak kedua setelah menunggu hampir empat tahun kan”. Mendengar ucapan ibu mertua, saya jadi terdiam. Serasa ditampar berkali-kali saat ibu mertua menasihati kami berdua.

Harus diakui, kami berdua melupakan hal penting bahwa kami sedang menanti-nanti kehadiran anak kedua ini. Setelah sekian lama kami rencanakan, baru tahun ini permohonan kami dikabulkan. Dan bukan hanya kami yang sedang menunggu kehadiran si kecil, namun ada kakang juga yang penasaran anggota keluarga baru ini. Bahkan, orang tua kami pun menunggu keberadaan si kecil.

Apa sih, yang harus dilakukan sebenarnya? Lihat di halaman selanjutnya ya!

Idealnya, kami berdua (seharusnya sih) bisa menerima keadaan saya yang “agak rewel” saat hamil anak kedua ini. Hanya karena perubahan kondisi fisik dan batin, saya dan suami sampai lupa untuk bekerjasama agar si kecil yang berada di kandungan tetap merasa senang. Wajar juga sih kami berdua jadi senewen, toh sebelumnya kami berdua belum pernah mengalami fase “senewen” seperti ini.

Setelah fase “rewel” ini sudah saya lewati, sekarang kami bertiga makin bisa bekerjasama. Suami pun sudah bisa menerima tugas barunya di pagi hari sebagai bapak rumah tangga sebelum menunaikan pekerjaannya di kantor. Kakang sendiri, meski usianya baru empat tahun, sudah bisa dimintai tolong oleh saya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan. Kalau sudah begini, saya pun bisa menjalani kehamilan dengan tenang tanpa harus senewen. Meski masih ada sisa-sisa mual di sore hari.

Berdasarkan pengalaman kami selama beberapa bulan terakhir, maka inilah yang sebaiknya dilakukan oleh suami istri yang sedang menunggu kelahiran si kecil ketika sang ibu hamil mengalami fase “rewel”, di antaranya:

  • Belajar saling mengerti. Memang, sebaiknya suami mau mengerti perubahan fisik dan emosional istri yang sedang hamil. Misalnya, jika istri sedang lemah setelah mual-muntah seharian, maka berikan perhatian lebih kepada istri dengan cara memijat kepalanya atau membalur tubuhnya dengan minyak yang menghangatkan tubuh. Namun, jika suami tidak sempat memberikan perhatian lebih seperti ini, bisa juga dengan menemani istri sebentar hingga keadaannya kembali membaik. Pun sebaliknya, istri yang sedang hamil juga jangan terus-menerus merongrong suami untuk selalu perhatian padanya. Jika sesekali suami tidak sempat, ya maklumi juga. Bisa jadi suami sedang dikejar deadline pekerjaannya.
  • Belajar saling bekerjasama. Ketika istri tidak sanggup mengerjakan satu tugas rumah tangga, maka cobalah suami untuk membantunya. Jangan pikirkan hasil dari pekerjaan itu, karena ketika suami mau membantu satu pekerjaan rumah tangga, hati istri sudah gembira loh. Untuk istri yang sedang hamil, biarkan suami membantu pekerjaan kita. jangan juga menitah suami untuk melakukan tugas A, B, C hingga Z. Paling tidak, ketika suami sudah mau membantu salah satu pekerjaan rumah tangga, berarti dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Siapa tahu selanjutnya suami akan mengerjakan banyak tugas rumah tangga tanpa anda minta.
  • Ajak suami dan anak berkomunikasi dengan janin di dalam kandungan. Salah satu cara mengeratkan komunikasi seluruh anggota keluarga adalah dengan saling berbicara satu sama lain. Dan dengan mengajak anggota keluarga lain berbicara, bercanda hingga mengajak main janin dalam kandungan, dijamin perasaan ibu yang sedang hamil akan lebih nyaman karena merasa banyak yang peduli.
  • Terima keadaan istri yang “rewel. Baik suami dan istri yang sedang hamil, yang paling utama adalah menerima fase ini. Kepada suami, luaskan lagi kesabaran yang dimiliki. Damping istri yang sedang hamil meski keadaannya terkadang membingungkan. Perhatian dari suami dapat membantu perasaan istri untuk lebih stabil loh. Dan yang harus diingat oleh istri juga, meski sedang hamil, jangan juga terlalu berlebihan meminta perhatian suami atau anggota keluarga lainnya. Memang, hamil dalam keadaan “rewel” itu kurang menyenangkan. Tapi tetap pelihara pikiran dan perasaan yang positif. Lambat laun, fase “rewel” ini pasti bisa dilewati dan perasaan ibu hamil akan kembali seperti sedia kala.
  • Sekarang, saya dan suami sudah berhasil melewati fase ini. Keadaan saya, baik fisik maupun mental, sudah lebih baik dan hampir kembali seperti dulu. Mual-muntah sudah tidak ada, nafsu makan kembali normal, tidak ada lagi pilah-pilih makanan, sudah bisa mengontrol emosi dan pelan-pelan bisa kembali berolahraga. Hikmah lainnya, suami dan anak tetap melaksanakan beberapa tugas rumah tangga tanpa saya minta. Inilah yang disebut rejeki tak terduga.

    Maka, nikmatilah fase “rewel” ketika hamil. Toh, ini semua tidak akan terjadi dalam waktu lama. Bahkan, kita bisa mengenang kelucuan dan momen-momen kebersamaan selama fase “rewel” di masa hamil. Yang pasti,semua momen di masa kehamilan akan semakin mengeratkan kebersamaan setiap pasangan. Jadi, dinikmati saja ya, sampai nanti datangnya si 'Bundle of Joy' :)

    MENIKMATI FASE REWEL SAAT HAMIL BAGIAN 2.1

    PAGES:

    Share Article

    author

    mamul

    pecinta lemon hangat dan yoga. suka dengan makanan manis, terutama bolu keju. selalu girang ketika mendengar teman/kerabat/kenalan hingga anggota forum melakukan diet sehat disertai olahraga. slogan penyemangat hidup dalam menghadapi jungkir baliknya dunia parenting adalah "i'm not their perfect mother, but i always try to be the best for my kids, myself and my husband, be the best for my family".


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan