banner-detik
SELF

Motherhood Monday : Putri Langka, Berperang Melawan KDRT

author

adiesty27 Oct 2014

Motherhood Monday : Putri Langka, Berperang Melawan KDRT

“Hal terbaik yang bisa dilakukan oleh para ayah adalah mencintai istri mereka. Karena hal ini akan menjadi role model untuk anak-anaknya.”

Siapa yang setuju dengan kalimat di atas? Saya yakin 100%, pasti semua Mommies setuju dengan kalimat yang dilontarkan Maharani Ardi Putri Msi. Psi, atau yang lebih akrab disapa dengan Mbak Putri Langka. Iya, kan?

IMG-20141024-WA0004Apa yang dikatakan Mbak Putri di atas memang bukan tanpa alasan. Hal ini berkenaan dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang masih banyak terjadi. Oleh karena itulah, Mbak Putri menekankan kalau seorang ayah harus mampu memberikan teladan yang baik untuk anak laki-lakinya.

“Ketika seorang suami melakukan kekerasan pada istrinya, anak akan berpikir, ooo... kalau jadi laki-laki atau suami bisa melakukan hal itu, ya? Anak perempuan juga berpikir kalau mereka bisa diperlakukan seperti itu. Walaupun ada juga yang berpikir sebaliknya. Tapi presentasinya lebih kecil jika dibandingkan dengan anak-anak yang akhirnya menjadikan orangtua mereka sebagai role model,” begitu paparnya ketika saya temui di ruang kerjanya, di Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila.

Mbak Putri memang salah satu psikolog yang concern dengan masalah KDRT. Ia tergabung dalam Yayasan Pulih yang memang banyak bergerak dibidang pemulihan. Baik karena bencana alam, konflik, ataupun KDRT di mana pelakunya itu memang lebih banyak laki-laki.

Saya sendiri sudah cukup lama mengenal kepala biro Humas dan Ventura di Rektorat Universitas Pancasila ini. Bisa dibilang, Mbak Putri merupakan psikolog yang sering saya wawancara untuk berbagai artikel yang saya tulis, termasuk untuk keperluan buku ke-2 Mommies Daily yang mengulas soal Me Time.

Waktu ngobrol, Mbak Purtri bercerita kalau saat ini ia sedang menggalakan gerakan ‘Lelaki Peduli’. Apa itu? Simak petikan obrolan saya dengannya, ya...

Ceritain, dong, Mbak soal gerakan ‘Lelaki Peduli’...

Sebenarnya teman-teman saya di Yayasan Pulih yang sedang menggalakan gerakan ini, ‘Lelaki Peduli’. Sebuah gerakan yang mengajak para ayah untuk terlibat dalam pengasuhan. Bagaimana, sih, cara kita mengasuh anak alaki-laki supaya nanti di ke depannya tidak mengedepankan emosi-emosi yang agresif.

Hal ini nggak terlepas karena pelaku KDRT itu lebih banyak laki-laki?

Iya, makanya kita juga sangat concern dengan anak laki-laki, karena memang semuanya ini harus diawali dengan pengasuhan dan intervensinya harus dimulai dari awal. Yayasan Pulih ini juga bekerja sama dengan beberapa fakultas, salah satunya dengan Fakultas Psikologi Pancasila. Harapannya gerakan ini lebih terdengar ke area publik yang lebih luas. Maunya sih membuat seminar dengan mengundang guru-guru, sekolah, termasuk dengan anak-anaknya juga dengan pembicara dari kami. Kapan-kapan, boleh, ya kita kerja sama.

Selanjutnya: Kenapa perempuan sulit keluar dari lingkaran KDRT?

Stop-domestic-violence

Wah, Mommies Daily dengan senang hati kalau bisa kerja sama. Memangnya, saat ini kasus KDRT masih banyak, ya?

Banyak banget! Apalagi kasus yang nggak dilaporkan. Saat ini saya memang tidak sedang memegang kasusnya secara langsung, tapi KDRT ini memang masih banyak terjadi. Kekerasan ini kan juga bentuknya banyak, ya, ada KDRT fisik, psikis, ekonomi, seksual, ataupun spiritual. Kalau kekerasan fisik dan psikis pasti sudah paham bentuknya seperti apa. Sedangkan untuk kekerasan ekonomi ini misalnya dengan kondisi tidak bekerja, istri tidak dikasih uang atau uangnya sangat mepet, sehingga untuk mencukupi makan saja sangat sulit. Mereka harus ngutang, pinjem atau bankan minta ke orang lain. Kalau spiritual itu dia nggak boleh menjalankan keagamaannya.

Yang paling banyak terjadi, kekerasan seperti apa?

Biasanya sih gabungan. Fisik iya, psikis iya, ekonomi juga iya. Apalagi seiring berjalannya waktu, level kekerasannya itu makin lama makin tinggi. Misalnya, biasanya mukulnya sebulan sekali, lalu lama-lama intensitasnya lebih sering menjadi tiga minggu sekali, seminggu sekali bahkan setiap hari. Awalnya mungkin cuma lewat verbal, dikata-katain lalu akan meningkat ke fisik dengan dipukul, ruang gerak istri juga sangat dibatasi, kemudian lanjut dengan kekerasan ekonomi. Makanya, biar bagaimana pun KDRT ini merupakan kondisi yang sangat berbahaya.

Biasanya, faktor apa yang membuat perempuan atau istri tidak bisa keluar dari KDRT? Apakah lebih banyak dikarenakan faktor ekonomi?

Kadang-kadang karena pengkondisiannya sudah lama, mereka jadi kehilangan keberanian, masih berpikir kalau punya tanggungan anak. Untuk istri yang tidak bekerja kondisinya akan lebih sulit lagi. Mereka akan berpikir, kalau saya keluar dari rumah, lalu mau apa? Apa yang bisa saya lakukan? Bagaimana anak-anak? Yang lebih parah, mereka sudah kehilangan kepercayaan dirinya, sehingga berpikir kalau mereka nggak akan mampu untuk keluar dari rumah.

Sebenarnya, rentan mereka bisa menerima kondisi seperti itu tergantung pribadi masing-masing, bagaimana mereka menghayatinya. Ada perempuan yang dibentak saja sudah tidak bisa terima dan merasa cukup buat dia, tapi ada juga perempuan yang merasakan KDRT puluhan tahun bahkan sampai 20 tahun.

Perempuan seperti apa sih Mbak yang rentan kena KDRT?

Ini bisa terjadi pada siapa pun, kok. Lintas ekonomi, lintas budaya, lintas status sosial. Ada di mana istri yang sudah mencari uang, dia yang menghidupi keluarganya, ngurus rumah tangga, uang selalu diminta sama suami untuk memenuhi kebutuhannya, tapi dia tetap kena KDRT. Permasalahan KDRT ini sebenarnya sangat kompleks, kita nggak bisa bilang kalau perempuan yang kena KDRT ini takut keluar rumah karena faktor ekonomi saja. Semua juga bisa terjadi karena pola ketergantungan pada suami yang sangat kuat, sehingga saat harus keluar rumah dia merasa ketakutan.

Selanjutnya: Peran sebagai psikolog dan orangtua memudahkan dalam menerapkan pola asuh nggak ya?

IMG-20141024-WA0003 (1)

Sebagai psikolog, Mbak pasti sudah banyak tau berbagai teori soal parenting, mana yang boleh dan tidak. Dalam praktiknya suka merasakan melakukan hal yang bertentangan nggak mbak?

Banyak sekali. Contohnya gini, kita kan diajarkan untuk nggak boleh nakutin anak. Tapi dalam real life pasti kan ada momen yang bikin kita capek. Apalagi waktu anak-anak masih kecil, akhirnya kadang-kadang kita juga melakukan hal-hal yang memang tidak boleh dilakukan. Kalau dibiarkan nggak bisa, kalau diturutin kita juga capek. Tapi kemudian kita mencoba untuk ngebenerin. Misalnya ketika lagi pergi, anak-anak maunya lari ke sana ke sini. Kalau melarang dengan cara nakutin, kan nggak bisa juga. Biasanya kalau kondisi seperti ini saya akan cari alasan lain, dengan bilang jangan ke sana karena mama nggak bisa temenin sehingga nggak bisa awasin kamu. Di sana juga mungkin ada orang yang nggak baik sama kamu karena nggak semua orang itu baik. Kalau memang rasa keingintahuannya begitu besar, ya, memang kadang kita sebagai orangtua harus mengalah.

Tapi, dengan menguasai ilmu psikologi pasti sangat membatu dalam hal pola asuh, dong?

Dengan belajar psikologi saya sudah bisa memprediksi ke mana arah ‘larinya’ anak saya. Memang kita bisa mengarahkan lewat pola asuh, tapi bagaimanapun karakter anak itu nggak bisa dipaksa karena punya ciri khas sendiri. Bagian itu yang sudah kita pikirkan. Jadi yang bisa saya lakukan lebih dulu adalah menciptakan kondisi bagaimana anak-anak bisa cerita ke saya. Tanpa ada yang ditutupi, bahkan hal jelek sekalipun saya tau.

Mendidik anak zaman sekarang itu banyak deg-degannya. Nggak tau deh, gimana keadaan 10 tahun mendatang. Makanya saya suka ngeledek ke suami, kalau anak-anak sudah besar harus ada pembagian tugas. Anak perempuan ke kamu, anak laki-laki ke saya.

Kenapa, sih, Mbak ada kecendrungan pembagian pola asuh seperti itu? Bagian anak perempuan adalah ayah. Sementara anak laki-laki bagiannya ibu?

Hahaha, iya. Tapi kenyataannya anak-anak biasanya akan lebih dekat ke ibunya karena lebih sering berinteraksi. Begitu juga dengan saya. Tapi ketika anak-anak sudah tumbuh dewasa, biasanya para ayah akan sangat melindungi anak perempuannya karena mereka tau dunia laki-laki seperti apa. Rumusnya begini, para ayah selalu berpikir tidak akan ada laki-laki yang bisa melindungi anak perempuannya sebaik dirinya.

Seorang ibu pun akan berpikir tidak akan ada perempuan mana pun yang bisa mengerti anak laki-lakinya seperti dirinya. Sebagai perempuan sekaligus ibu kita juga tau mana perempuan yang baik dan tidak untuk anak kita. Makanya sering timbul masalah antara menantu perempuan dan ibu mertua, hahaha.

Tapi kita juga harus sadar kalau anak itu punya pilihan yang mungkin kita tidak bisa ikut interfensi. Dengan pola asuh yang tepat, ketika anak memutuskan sesuatu value dari orangtuanya juga yang ikut berperan.

Dalam dunia parenting sendiri, siapa yang Mbak jadikan role model?

Orangtua saya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Orangtua zaman dulu itu kan sudah jelas sekali pembagian tugasnya. Bapak saya bagian prestasi, sementara ibu saya soal bersosialisai. Jadi kalau ngobrol sama bapak itu yang nggak akan jauh-jauh soal pendidikan dan prestasi, soal etika dan ngomongin soal pacaran baru ke Ibu, hahaha.

Sudah merasa jadi role model yang baik bagi anak-anak belum sih, Mbak?

Belum, sih. Semakin tau banyak, tentu kita akan merasa semakin bodoh. Kok, saya belum bisa gini, ya... kok saya belum bisa begitu ya... Tapi memang tidak semua teori, termasuk teori psikologi bisa dipraktikan di lapangan secara sempurna. Justru pengalaman di lapanganlah yang memberikan insight baru. Orangtua itu kan nggak ada sekolahnya, sebanyak apapun teori yang saya tau, praktiknya itu juga sering berbeda. Jadi memang akan ada trial and error. Kita akan selalu menemukan hal-hal yang baru.

-----

Wah... banyak sekali insight menarik yang bisa saya petik lewat obrolan bersama Ibu dari Ellena (6,5 tahun) dan Aleeon (5 tahun) ini. Buat saya, ngobrol dengan seorang psikolog terlebih yang sudah punya pengalaman di dunia parenting seperti Mbak Putri selalu menyenangkan dan memberikan saya inspirasi. Harapannya, sih, ilmu yang sudah saya serap darinya bisa dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasanya pantas, nih, kalau Mbak Putri jadi nominasi Women Of Worth. Selain bisa memberikan inspirasi, dirinya saya anggap merupakan sosok perempuan yang mengiingatkan kita semua kalau kaum perempuan harus bisa menghargai diri sendiri sekaligus mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya. Termasuk terbebas dari belenggu KDRT.

Mommies punya kerabat yang menginspirasi seperti Mbak Putri? Daftarkan diri mereka di laman Women of Worth yuk!

 

PAGES:

Share Article

author

adiesty

Biasa disapa Adis. Ibu dari anak lelaki bernama Bumi ini sudah bekerja di dunia media sejak tahun 2004. "Jadi orangtua nggak ada sekolahnya, jadi harus banyak belajar dan melewati trial and error. Saya tentu bukan ibu dan istri yang ideal, tapi setiap hari selalu berusaha memberikan cinta pada anak dan suami, karena merekalah 'rumah' saya. So, i promise to keep it," komentarnya mengenai dunia parenting,


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan