banner-detik
PARENTING & KIDS

Polusi Iklan Di Kehidupan Anak-Anak Kita

author

sazqueen30 Sep 2014

Polusi Iklan Di Kehidupan Anak-Anak Kita

Ever since I decided to back to college for my master degree, I started to follow some organizations who care for women and children in any aspects. Salah satunya adalah Campaign for Commercial-Free Childhood. Kampanye non-profit ini basisnya ada di Boston, Amerika Serikat. Their mission is to support parent's efforts to raise healthy families by limiting commercial access to children and ending the exploitive practice of child-targeted marketing.

Ternyata dari banyak penelitian, banyaknya hal negatif dalam hidup anak-anak mulai dari obesitas, eating disorders, kekerasan pada remaja, sexualization, family stress, konsumsi rokok dan minuman keras di bawah umur, dan berkurangnya waktu bermain kreatif tanpa alat bantu yang melibatkan layar elektronik, merupakan dampak dari iklan dan marketing produk yang dilihat dan dirasa oleh anak-anak. Tanpa disadari, ada banyak nilai hidup negatif yang mendominasi budaya iklan seperti materialisme, self-indulgence, belanja impulsif, dan masih banyak lagi. Hal inilah yang dipelajari anak-anak setiap hari ketika mereka menonton iklan 10 detik yang biasanya bisa diulang puluhan kali dalam sehari.

md-

CCFC dengan giat mengejar berbagai perusahaan untuk meminimalisir keterlibatan merk dalam hidup anak-anak. Beberapa hal yang sudah berhasil dilakukan CCFC di antaranya adalah:

  • Meyakinkan Walt Disney Company untuk berhenti membantu promosi video Baby Einstein yang belum dibutuhkan bayi dan menawarkan refunds bagi orangtua yang telanjur membeli video tersebut akibat promosi marketing yang kelewat gencar.
  • Meyakinkan Hasbro bahwa memproduksi boneka Pussy Cat Dolls untuk anak usia 6 tahun ke atas tidak baik karena grup ini memiliki lirik dan gerakan bersifat seksual.
  • Menghentikan McDonald's untuk memasang logo sebagai promo iklannya di amplop report card di daerah Florida. Iklan yang dipasang ini menjanjikan anak-anak usia SD akan mendapat Happy Meals gratis sebagai reward dari nilai yang bagus.
  • Dan masih banyak lagi kampanye yang digarap oleh CCFC untuk menyelamatkan anak-anak usia sekolah dari polusi brand, sehingga anak-anak tidak menjadi loyal terhadap satu merk tertentu yang terus menerus mereka lihat dalam box mainan, buku rapor, dan lainnya. CCFC juga berusaha membantu orangtua untuk tidak termakan jualan marketing dan berharap bayinya akan tumbuh cerdas jika diberikan berbagai video edukasi. Bayi tidak butuh screen time. What they need are their parents to stimulate them without screen time activity. Galak ya, kampanyenya?

    Selanjutnya: Bagaimana di Indonesia?

    Ketika membaca ini, saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam dan mengganti objeknya ke anak-anak di Indonesia. Hasilnya saya jadi sedih, deh, dan tentunya jadi menyalahkan diri sendiri juga, karena sering 'berbaik hati' memberikan video kesukaan Menik saat ia memintanya. Walau dalam pembelaan diri tentunya anak saya tidak pernah menikmati screen time lebih dari 2 jam setiap hari, dan saya selalu berusaha untuk ada di sampingnya saat ia nonton, tapi tetap saja ketika membaca bahwa dampak buruknya baru akan terlihat saat ia memasuki usia sekolah, saya menyesal sekali.

    Belum lagi beberapa tempat bermain anak yang banyak sekali logo perusahaan hasil barter para marketing. Sementara di negara lain, hal ini sedang berusaha dihentikan, di Indonesia nampaknya belum ada rasa kesadaran penuh bahwa hal ini berbahaya. Yang lebih gila lagi, beberapa waktu lalu saya menemukan iklan sebuah online shop yang memajang foto anak kecil usia 6 atau 7 tahun tersenyum manis memegang pemutih tubuh. Captionnya menjelaskan bahwa pemutih ini aman, hanya mengandung bahan-bahan alami, yang bahkan dipakai oleh anak-anakpun aman.

    Saya seperti ingin teriak, loh! Kenapa harus memakai anak kecil sebagai modelnya? Iya, mungkin mereka hanya ingin menunjukkan kalau produk tersebut aman untuk semua orang. Tapi bagaimana kalau iklan tersebut dilihat oleh anak yang sedang meminjam gadget ibunya? Pikiran saya, sih, jika anak tersebut memiliki kulit yang tidak putih seperti saya bisa merasa minder atau malah kepikiran untuk membeli losion tersebut agar kulitnya menjadi lebih putih. Sedih, nggak?

    unnamed

    Lalu sebetulnya apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan anak-anak dari polusi iklan ini?Lihat di halaman selanjutnya!

    md--

    CCFC memiliki Theory of Change yang menurut saya bisa diadaptasi.

  • Change attitudes: menyelamatkan anak-anak dari corporate marketers. Mudahnya, ya, memberi teguran keras pada perusahaan yang salah satu target marketingnya adalah anak-anak. Ajak mereka untuk mengubah attitude agar lebih menyayangi anak-anak dengan berhenti berjualan langsung pada berbagai produk anak-anak.
  • Changing how children spend their time: batasi keterlibatan gadget pada hidup anak, dan ajak anak untuk bermain diluar. Anak-anak yang tidak terkontaminasi screen time akan tumbuh menjadi anak yang lebih kreatif dan juga sehat karena aktif bergerak.
  • Changing children's enviroments: aktiflah mengamati lingkungan sekitar anak-anak tempat mereka belajar dan bermain. Jangan sampai ada brand yang menaruh logonya di perosotan, ring basket, atau di hall sekolahan. Galak, ya? Tapi percayalah, logo yang dilihat berulang kali setia hari ini biasanya akan menempel, loh. Semacam jadi hal favorit aja, and children must not have that in their mind. Kenapa? Konsumtif jawabannya.
  • Changing rules: Kalau yang ini saya tidak tahu apakah ada LSM sayang anak yang akan berani melakukannya. Kalau CCFC secara berkala selalu melakukan review dan kemudian meminta federal policies untuk membatasi target marketing pada anak.
  • Sudah saatnya untuk menyelamatkan diri dan anak-anak, belum? Kalau saya pribadi kadang berkaca pada diri. Melihat iklan beberapa kali saja sudah bisa membuat hati saya luluh dan ingin mencoba. Bagaimana dengan anak-anak yang pagarnya belum sekokohnya orang dewasa? Even Steve Job's prevented his own children from using iPads and limited their access to the internet generally! 

    What do you think, Mommies? Do we have to cut children access to commercial things? 

    PAGES:

    Share Article

    author

    sazqueen

    a mother of one who study Anthropology by choice! Hello motherhood.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan