banner-detik
ETC

Rasanya Mau Pingsan!

author

sazqueen07 Jul 2014

Rasanya Mau Pingsan!

stay-at-home-mom-525x328

Tahun ini, Alhamdulillah, saya bisa menjalankan ibadah puasa. Setelah di tahun 2011, saya tidak bisa berpuasa karena hamil, dan saat itu BB janin masih kurang, jadi dokter bilang jangan memaksakan. Saya coba puasa sekali, hasilnya si mual muntah kembali menyerang. Tahun 2012 dan 2013, saya tidak berpuasa karena menyusui. Walau saat itu, sudah banyak sekali saran dan kiat tentang menjalani puasa saat menyusui, tapi tidak ada yang berhasil. Ada saat Menik ikut terlihat lemas atau malah jadi super cranky dan minta menyusu lebih sering dari biasanya, sehingga saya ikutan lemas dan akhirnya maag menyerang. Saya nggak akan bahas soal dalil, tafsir, dan juga aturan puasa bagi ibu menyusui, ya. Yang jelas, saya mengikuti saran yang masuk akal, yaitu tidak memaksakan diri jika dirasa membahayakan diri si ibu maupun anak yang masih menyusu. Kemudian menunaikan fidyah dengan cara memberi makan satu orang miskin untuk setiap satu hari yang ditinggalkan, dan meng-qadha puasa jika masa menyusui sudah selesai.

Saya senang sekali bisa kembali menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Tapi kemudian saya merasa ingin pingsan berada di situasi sebagai ibu yang bekerja dari rumah tanpa asisten rumah tangga dan mengurus anak balita yang super cerewet, aktif, dan terlihat tidak ada capeknya. Iya, rasanya mau pingsan, deh! *nangis*

Simak cerita penyebab saya mau pingsan di halaman berikutnya!

stay-at-home-mom-ecard

Jadi dulu, saya tidak merasa kehabisan tenaga saat harus bangun menyiapkan sahur, mengurus bayi, mengurus rumah, dan menyelesaikan beberapa pekerjaan dari rumah. Easy peasy! Sekarang bagaimana memangnya? Well, load kerjaan saya memang bertambah karena mengambil beberapa pekerjaan menulis sampingan dan juga mengurus bisnis yang baru saja dibangun. Tapi sesungguhnya saya tidak menyangka bahwa saya akan merasa kelelahan dan tentunya berakibat buruk ke pengelolaan emosi menghadapi si balita.

Bangun setiap hari pukul 3 pagi, saya menyiapkan santap sahur. Setelah sholat subuh, saya yang terbiasa dari kecil tidak pernah tidur lagi, pasti melek, deh! Ini sebetulnya ingin diubah karena idealnya ya tidur dulu sampai si anak bangun. Karena tidak bisa, maka biasanya saya akan mulai menyelesaikan pekerjaan. Jam 7 pagi Menik sudah bangun. Mulailah ritual menyusui pagi, menyiapkan sarapan dan memasak air. Lanjut dengan memandikan si anak, kemudian saya akan bersiap-siap keluar rumah mengurus printilan barang dagangan. Biasanya, kami akan kembali sampai di rumah sekitar pukul dua atau tiga sore. Cuaca di Bandung yang sedang dingin membuat saya harus memasak air lagi untuk mandi sore si Menik. Selesai mandi dan menyusu biasanya lanjut dengan menemani dirinya bermain. Pukul 5 sore, saya mulai menyiapkan bukaan. Selesai berbuka dan sholat, saya menyiapkan makan malam.  Tentunya semua ini disela dengan membersihkan rumah.

Setelah itu saya berharap Menik idle sebentar, biasanya saya kasih buku aja yang banyak atau saya ajak menggambar. Iya bisa diam, tapi mulutnya tidak akan berhenti bertanya. Jadi sama saja, saya tidak ada waktu untuk mengurus pekerjaan lainnya. Situasi yang paling saya tidak suka adalah jika jam tidur siangnya bergeser ke sore hari. Wah, ini bisa membuat saya semakin kehilangan tenaga. Kalau Menik tidur pukul 5 sore, maka dapat dipastikan ia akan bangun pada pukul 9 atau 10 malam dan tidur lagi pada pukul 11 atau 12 malam. Walau tidak sering, tapi jika masa tidur sore ini datang, saya pasti kesal. Dan saya sadar, harusnya saya tidak boleh kesal.

Rasa lapar atau kehilangan tenaga juga memengaruhi emosi. Kemarin malam saya menangis. Hanya karena kesal melihat Menik tidak mau tidur, matanya berbinar, dan terus berbicara. Sedangkan saya ada dalam situasi harus mengirimkan artikel lima halaman untuk sebuah majalah paling telat pukul 10 malam, harus merekap penjualan hari itu, serta mengisi bean bag yang akan dikirim esok hari. Separuh hati saya bilang "Emang enak punya anak?" separuh hati lagi bilang "You can handle it, Ki! Just hang on.."

Lalu bagaimana? Lihat di halaman berikutnya, ya..

14

Jelas saya tidak ingin menjalankan puasa hanya untuk mendapatkan rasa lapar dan haus setelah 3 tahun berturut-turut tidak berpuasa. Saya harus bisa mengelola emosi. Agar rasanya tidak ingin pingsan setiap hari, saya harus atur strategi. Pertama, saya berjanji akan membatalkan puasa jika terasa sangat lelah, karena memang kondisinya masih menyusui. Percayalah, rasa lapar dan lelah adalah kombinasi yang mematikan ketika mengasuh seorang balita aktif.

Kedua, saya tidak memaksakan diri untuk membuat rumah tetap rapih dan semua ada di tempatnya. Karena jika saya mengikuti rasa gemas dan risih ingin beres-beres, saya yakin di hari kesepuluh, saya bakal beneran pingsan karena kelelahan. Anggap saja rumah berantakan adalah seni dari memiliki balita. Agar tidak sulit, saya selalu mengajak Menik bermain di teritorinya. Jadi yang berantakan hanya di satu daerah itu saja. Saya juga selalu mengajak Menik untuk ikut membereskan mainannya. Jadi jika Menik sedang dalam cooperative mode, ia akan dengan suka cita membereskan mainannya sebelum beralih ke aktivitas lainnya.

Ketiga, pada hari ketiga puasa, saya mulai menyelesaikan hidangan untuk sahur di malam hari sebelum tidur. Jadi ketika bangun untuk sahur, saya hanya tinggal menghangatkan makanan sebelum sahur. Trik ini lumayan membantu menjaga energi yang terkumpul setelah tidur. Dan jika rasa mengantuk datang saat sesi menyusu subuh , saya akan menuruti dan tidur. Ini baru saya lakukan di hari kelima puasa, dan efeknya luar biasa. Ya, mirip dengan perasaan segar setelah berkompromi untuk ikut tidur ketika bayi (baru lahir) tidur juga.

Terakhir, saya harus mengatur ulang jadwal seiring dengan pergeseran waktu aktivitas harian. Agar si pecinta segala sesuatu ada di tempatnya ini *tunjuk muka sendiri* tidak merasa hidupnya berantakan hanya karena ketika sedang mengetik artikel tiba tiba ada suara kecil yang memanggil "Buuuu, catnya tumpah!"

Wah! Sejujurnya saya tidak menyangka, perubahan jadwal makan selama puasa ternyata berpengaruh pada banyak hal, ya! Mudah-mudahan hal baru ini bisa jadi pelajaran berharga. Walau masih ada perasaan mau pingsan tapi harusnya diri saya bisa menyesuaikan diri, dan semoga adaptasinya tidak perlu terlalu lama. Saya berharap, minggu kedua puasa, sih, sudah biasa saja rasanya. Tidak ada lelah berlebihan, tidak juga tiba-tiba kesal karena melihat mainan bertebaran di seluruh penjuru rumah!

Selamat menjalankan ibadah puasa, ya, Mommies! Semangat!

*Gambar dari sini

PAGES:

Share Article

author

sazqueen

a mother of one who study Anthropology by choice! Hello motherhood.


COMMENTS