Asyiknya Sistem Pendidikan Finlandia

School Review

nenglita・25 Jun 2014

detail-thumb

Beberapa waktu lalu saya share sebuah foto di timeline Facebook saya:

finland

Lihat caption foto di atas, deh. Intinya, anak-anak di Finlandia tidak mengenakan seragam untuk pergi ke sekolah, tidak ada ujian masuk, tidak bayar, anak-anak tidak masuk sekolah sampai usianya 7 tahun, dan seterusnya. Menarik, ya?

Tak heran, pendidikan di Finlandia selalu masuk dalam jajaran teratas berbagai chart pendidikan internasional. Ya, bahkan di The Economist, Finlandia menduduki peringkat pertama, sementara Amerika Serikat harus puas di peringkat ke-17 saja. Bahkan Inggris atau Australia yang seringkali menjadi sasaran lokasi kuliah anak-anak Indonesia, ada di peringkat 6 dan 13.

Saya pribadi menganggap prinsip pendidikan yang diterapkan di Finalandia sangat menarik. Dan sebagian, sebenarnya bisa diterapkan di Indonesia. Ini beberapa di antaranya:

Anak-anak di Finlandia mulai sekolah di usia 7 tahun

Sebelum itu, mereka di rumah atau daycare bersubsidi. Kenapa dimulai di usia 7 tahun? Di usia ini, mereka sudah ada di tahap concrete operational stage yaitu tahap di mana anak sudah bisa berpikir secara rasional. Kalau menurut Ibu Elly Risman, di usia 7 tahun, sinaps di otak manusia baru terhubung sempurna makanya anak mulai bisa berpikir secara organized dan rasional.

Terus, anak-anak ngapain dong, di rumah? Nah, keuntungannya adalah di Finlandia maternity leave seorang ibu adalah 3 tahun. Woot!? Enak banget, ya? Pasti semua ibu bekerja akan berpikir demikian. Siapa yang ingat iklan di mana di situ disebutkan bahwa sampai usia 3 tahun, otak anak bagaikan spons yang menyerap hal di sekitarnya. Bayangkan kalau selama 3 tahun pertama anak diasuh full oleh ibunya?

Bagaimana anak-anak di tahun-tahun berikutnya? Lihat di halaman selanjutnya, ya!

toddlerschool_mommiesdaily

Tiga tahun berikutnya, anak-anak di Finlandia yang orangtuanya bekerja, masuk ke daycare bersubsidi. Humm, memang sih, kalau di luar sana daycare merupakan hal yang amat sangat lumrah. Sayang, di Indonesia daycare masih dijadikan pilihan utama dalam pengasuhan anak saat orangtuanya bekerja ya.

Sementara di usia 6 tahun, anak akan masuk ke sekolah Pre-Primary Education atau sekolah persiapan untuk memasuki tahap Sekolah Dasar.

Bandingkan dengan di Indonesia, yang sejak usia 6 bulan saja sudah banyak ‘sekolah’-nya.

Mengutamakan kemandirian

Duh, yang namanya kemandirian ini kan memang susah-susah gampang, ya. Apalagi untuk kita di Indonesia yang terbiasa banyak dibantu orang lain. Mulai dari mbak pengasuh sampai orangtua yang ikut membantu mengasuh anak. Yah, nggak bisa disalahkan juga, secara latar belakang budaya juga berbeda.

Di Finlandia, kemandirian tak hanya untuk murid tapi juga guru. Jadi, tidak ada yang namanya tes Ujian Nasional. Setiap sekolah berhak menentukan kurikulum masing-masing. Pemerintah tidak ada sangkut paut dengan kurikulum, mereka hanya sebagai penyandang dana dan fasilitas.

Kebayang ya, nggak ada lagi yang namanya deg-degan atau bahkan di Indonesia sampai ada yang bunuh diri menjelang Ujian Nasional :(

Tidak ada tes sampai anak usia 16 tahun

Ini masih berkaitan dengan poin di atas. Karena perbedaan kurikulum, maka setiap murid yang merasa siap, akan mengajukan dirinya untuk mengikuti tes tertentu. Di sistem pendidikan Finlandia juga tidak mengenal kata ‘tidak naik kelas’. Satu lagi, di pendidikan Finlandia, tidak ada PR dan semua tugas sekolah dilakukan dengan cara yang menyenangkan.

Saat menulis artikel ini, saya sempat mampir ke banyak situs dan menemukan banyak hal menarik mengenai pendidikan di Filandia. Misalnya,  di sana jarang sekali guru kelas berdiri di depan kelas sambil ‘ngoceh’ tentang pelajaran. Belajar kerap dilakukan di luar ruangan, ini tak hanya untuk pendidikan seni atau yang berkaitan dengan fisik, matematika pun bisa dilakukan di luar ruangan. Misalnya murid diminta mengumpulkan 50 batu kerikil, lalu mereka harus membagi batu-batu tersebut dalam sejumlah kelompok. Dari sini mereka belajar sistem pembagian, kan? Dan saya rasa sih, metode ini akan lebih menyenangkan dan mudah diingat oleh anak-anak, ya. Dibandingkan menghitung di awang-awang seperti yang banyak dilakukan sekolah di Indonesia saat ini.

Masa iya nggak ada tes? Lihat di halaman berikutnya!

Schoolgirl at the Blackboard with Formulars

Hanya ada 1 tes ujian kesamaan di Finlandia, yaitu saat mereka akan masuk ke Universitas atau saat usia mereka sekitar 16 tahun. Kalau dibandingkan dengan di Indonesia, di mana anak lulus TK saja sudah menghadapi tes untuk masuk Sekolah Dasar, rasanya miris sekali ya? :(

Tidak ada pembedaan antara satu anak dengan yang lain

Semua anak dianggap memiliki kemampuan akademis yang sama, maka sekolah di Finlandia tidak mengenal konsep sekolah unggulan atau kelas unggulan. Karena itu 93% anak di Finlandia lulus SMA dengan standar akademis yang hampir setara.

Mungkin hal ini juga terjadi karena pemerintah menanggung biaya pendidikan di sekolah hingga perguruan tinggi, termasuk sekolah swasta. Kesempatan belajar terbuka lebar untuk siapa saja dan ditanggung pemerintah. Menyenangkan sekali kan?

Hal ini menurut saya selain menyetarakan kesempatan setiap anak untuk menerima pendidikan, juga meminimalisir tindak bullying yang biasanya terjadi karena adanya pembedaan baik yang dilakukan oleh pihak sekolah atau lingkungan.

Guru yang berkualitas

Untuk tingkat pendidikan dasar, guru adalah mereka yang lulusan S2. Profesi guru di Finlandia ternyata merupakan profesi yang dihormati sehingga sangat diminati. Konon jurusan kuliah menjadi guru jauh lebih diminati dibandingkan jurusan hukum atau kedokteran. Padahal, pendapatan yang diterima dari profesi guru di Finlandia, bukan jumlah yang spektakuler.

O, ya, para guru hanya menghabiskan waktu 4 jam di kelas dan mengambil 2 jam seminggu untuk pengembangan profesi mereka. Ah, saya yakin para guru di Indonesia bakal iri dengan guru di sana, ya. Padahal, bagi saya pribadi, kalimat guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa sangat dalam maknanya. Tapi sayangnya, di sini penghargaan terhadap guru seringkali diabaikan :(

Membaca hal di atas, siapa yang jadi iri, hayo?

Pantas saja kalau Finlandia selalu masuk ke dalam 10 negara dengan tingkat kenyamanan hidup paling tinggi. Kapan ya, kira-kira pendidikan Indonesia bisa seperti ini? Kalaupun jawabannya “Entah kapan”, mungkin kita bisa mulai dari diri sendiri, misalnya tidak ikutan menjadi kompetitif di urusan akademis yang malahan membuat anak jadi stres atau memilih sekolah yang tidak hanya menekankan pada akademis saja, melainkan ke budi pekerti dan mengajak anak menikmati masa kanak-kanaknya. Setuju?