banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Ironi Sinetron Indonesia

author

sazqueen23 May 2014

Ironi Sinetron Indonesia

Sejak terungkapnya kasus pelecehan seksual terhadap murid di sebuah TK Internasional yang kemudian merembet menjadi munculnya banyak sekali berita kekerasan pada anak. Hampir setiap hari, beberapa grup chatting yang berbeda berbagi setidaknya satu berita soal kekerasan pada anak. Dan ketika membaca daftar pelanggaran yang didapat oleh KPI dalam 10 sinetron yang dirilis tanggal 14 Mei yang lalu, saya seperti ingin berteriak "Akhirnya!" karena saya percaya apa yang anak-anak tonton, tanpa sadar akan diikuti dan dianggap biasa, toh di tv juga adanya seperti itu. Percayalah efek sinetron ini memang menyebalkan dan berbahaya.

Teringat 16 Oktober 2011, saya kirim SMS ke Ibu yang isinya "Bu, kontraksi gimana sih rasanya? Kayak sinetron gitu? Harus teriak-teriak baru jadi tanda mau melahirkan atau gimana?" Iya, pertanyaan itu muncul saat rahim saya mulai kontraksi mau melahirkan Menik. Lebay? Enggak, lah, ya. Kan, setiap sinetron selalu menyodorkan adegan teriak-teriak sebelum melahirkan, kok.

9934572Gambar dari sini

Menurut KPI, pelanggaran yang ada di adegan sinetron adalah:

  •  Tindakan bullying (intimidasi) yang dilakukan anak sekolah.
  •  Kekerasan fisik seperti memukul jari dengan kampak, memukul kepala dengan balok kayu, memukul dengan botol beling, menusuk dengan pisau, membanting, mencekik, menyemprot wajah dengan obat serangga, menendang, menampar dan menonjok.
  •  Kekerasan verbal seperti melecehkan kaum miskin, menghina anak yang memiliki kebutuhan khusus (cacat fisik), menghina orang tua dan Guru, penggunaan kata-kata yang tidak pantas “anak pembawa celaka, muka tembok, rambut besi, badan batako”.
  • Menampilkan percobaan pembunuhan.
  • Adegan percobaan bunuh diri.
  • Selanjutnya: 6 adegan yang melanggar KPI dalam sinetron >>

    Untitled_6Salah satu adegan di sinetron. Gambar dari sini.

  • Menampilkan remaja yang menggunakan testpack karena hamil di luar nikah.
  • Adanya dialog yang menganjurkan untuk menggugurkan kandungan.
  • Adegan seolah memakan kelinci hidup.
  • Menampilkan seragam sekolah yang tidak sesuai dengan etika pendidikan.
  • Adegan menampilkan kehidupan bebas yang dilakukan anak remaja, seperti merokok, minum-minuman keras dan kehidupan dunia malam.
  • Adegan percobaan pemerkosaan.
  • Konflik rumah tangga dan perselingkuhan.
  • Karena saya tidak pernah nonton sinetron, saya jadi merasa geli sekaligus takut sendiri membaca daftar ini dan merasa lega karena akhirnya ada juga lembaga yang berani mengatakan hal-hal tersebut. Dua belas adegan atau cerita yang ditemukan di sinetron ini memang sepertinya menjadi hal yang biasa di sinetron Indonesia. Sehingga akhirnya kasus kekerasan atau pelecehan seksual pada usia anak-anak juga jadi 'biasa' saja. Saat saya membaca tulisan Lita yang ini, saya jadi sadar apa yang anak tonton atau lihat memang dengan cepat diserap dan ditiru. Okelah kalau orangtua di rumah bisa mendampingi dan menyaring apa yang anak tonton. Bagaimana jika asisten rumah tangga sedang menonton dan tanpa sengaja anak ikut melihat? Atau pahitnya, anak diasuh oleh asisten di rumah sambil nonton sinetron tersebut? Kasus lebih pahit lagi, ketika orangtua juga kurang peka tentang efek sinetron ini, rendahnya tingkat pendidikan, sehingga mereka tidak sadar apa yang sedang mereka tonton.

    Selanjutnya: Sejumlah anak mengikuti adegan sinetron! >>

    gara-gara-sinetron Sejumlah anak Suku Bajo di Torosiaje Laut, Gorontalo, bermain sandiwara dengan meniru adegan kekerasan dari cerita sinetron yang biasa mereka tonton di televisi. Menonton televisi pada malam hari menjadi hiburan yang paling jamak dilakukan oleh warga Suku Bajo yang tinggal di kampung rumah panggung di atas laut yang berjarak sekitar 1 kilometer dari daratan. (Hafidz Novalsyah/NGT)

    Gimana menurut, Mommies? Ironis kan!

    Nah, yang lebih mengejutkan lagi adalah tanggapan pemain sinetron dan sutradara yang kemarin ada diwawancara soal keputusan KPI tersebut. Dari 10 orang yang ada, 9 tidak suka dikritik. Suara mereka hampir sama, intinya mereka mengatakan kalau KPI subjektif, hanya menonton sebagian adegan, dan terlalu berlebihan karena kapasitas sinetron ini HANYA hiburan semata. Selanjutnya bisa ditebak, pertahanan diri dari mereka adalah badan sensor yang sudah meloloskan sinetron tersebut dan juga kenapa juga ada anak-anak yang nonton? Ke mana orangtua-nya? Dik, andai hubungan antara tayangan televisi dan penontonnya sesimpel itu, tentu kasus penindasan di sekolah, kekerasan, dan pelecehan seksual di kalangan anak-anak dan remaja tidak akan pernah muncul.

    Selanjutnya: Apa tindakan KPI? >>

    ganteng ganteng serigala foto para pemainSalah satu sinetron yang masuk di daftar KPI.

    Perangkat sinetron ini sudah kebakaran jenggot, padahal saya sebagai orangtua merasa tindakan KPI masih kurang tegas dengan mengeluarkan anjuran yang 'lembut' seperti ini:

  • Stasiun televisi segera memperbaiki sinetron dan FTV tersebut.
  • Production House (PH) agar tidak memproduksi program sinetron dan FTV yang tidak mendidik.
  • Kepada orangtua tidak membiarkan anak menonton program-program tersebut.
  • Anak-anak dan remaja agar selektif dalam memilih tayangan TV dan tidak menonton sinetron dan FTV yang bermasalah.
  • Lembaga pemeringkat Nielsen agar tidak mengukur program siaran hanya berdasarkan pada penilaian kuantitatif semata.
  • Perusahaan pemasang iklan agar tidak memasang iklan pada program-program bermasalah tersebut.
  • Enam anjuran ini kurang memberikan efek jera, bahkan bisa saja diacuhkan oleh pihak sinetron. Kenapa tidak dicabut saja ijin tayangnya? Apakah KPI tidak punya kewenangan untuk memberikan sanksi yang tegas kepada stasiun televisi yang bandel dan terus-terusan menayangkan tayangan yang tidak bermutu?

    Kemarin saya juga mendapat cerita soal mbak baru di rumah teman. Ibu pergi sebentar ke supermarket, anaknya yang berumur 4 tahun ditinggal di rumah sama si mbak. Keesokan harinya, si anak menyanyikan lagu India, dan ibunya bingung. Iya, bisa ditebak, si mbak bilang 'cuma' nonton film India di kamar belakang sambil menyuapi anaknya. Anak bisa menyerap dengan cepat dan menirukannya.

    Jadi tolonglah pihak rumah produksi sinetron dan tayangan lainnya di Indonesia, mawas diri dan buatlah hiburan yang tidak membahayakan hidup manusia, jika tidak (belum) bisa membuat tayangan yang mendidik. Jangan terus berlindung dibalik kalimat "Ini hanya hiburan, banyak hal baik juga yang bisa diambil dari tayangan ini". Hmm, mungkin bisa dimulai dengan memakai seragam sekolah yang realistis, bukan rok setengah paha dan wajah full make-up padahal perginya ke sekolah. Mau belajar, bukan mau kipasan dan bully anak orang lain yang dianggap miskin, tidak mampu, dan lainnya.

    What do you think about it? Sementara jika tv kabel bisa diproteksi dengan password jadi anak (dan pengasuh) tidak bisa sembarangan nonton, bagaimana dengan tv dengan antena lokal yang tidak bisa dikunci?

    Mari selamatkan anak-anak!

    PAGES:

    Share Article

    author

    sazqueen

    a mother of one who study Anthropology by choice! Hello motherhood.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan