banner-detik
BREASTFEEDING

(Terkadang) Lelah Menyusui

author

sazqueen05 Dec 2013

(Terkadang) Lelah Menyusui

Menurut counting sticker Lily-Pie di blog saya, Menik has been breastfeed for 2 years, 1 month, 2 weeks, 1 day, and still counting. Yes, still counting. Terus terang, sudah banyak sekali artikel berisi kiat dan saran seputar menyapih anak, dan mencoba untuk menjalani, tapi entah kenapa, rasanya belum ada yang berhasil. Katanya salah satu tanda anak siap disapih adalah frekuensi makan yang meningkat. Iya, Menik memang makan banyak sekali tapi frekuensi nyusu nggak berkurang, tuh. Atau ada yang bilang, kalau anaknya minta susu dialihkan. Iya, bisa dialihin, tapi kalau mau tidur tetap saja harus menyusu. Belum pernah ada cerita, Menik bisa tidur tanpa saya susui. Kalaupun tertidur, paling bertahan 5 menit, kemudian bangun dan bilang "Bu, susu!" Mencoba membisikkan kalimat positif setiap saat soal menyapihpun, sudah! Tapi mungkin, karena saya dasarnya kurang percaya dengan teknik hipnosis, jadi tidak ada hasilnya.

Ternyata kondisi ini, kadang membuat saya merasa terpaksa menyusui Menik. Menurut saya harusnya di usianya yang sudah masuk 2 tahun, Menik sudah tidak akan menyusu dengan frekuensi yang super sering seperti bayi di bawah setahun. Bayangkan:

menyusu saat baru bangun? Checked!

Menyusu setelah sarapan? Checked!

Menyusu sebelum tidur siang? Checked!

Menyusu saat terbangun dari tidur siangnya? Checked!

Menyusu setelah mandi sore? Checked!

Menyusu setelah makan malam? Checked!

Menyusu sebelum tidur? Checked!

Menyusu tengah malam sebanyak 2-3 kali saat terbangun tengah malam? CHECKED!

Tambahan ketika di sela-sela bermain, atau ketika Menik dalam situasi yang menurutnya membosankan, pasti minta susu langsung dari sumbernya. Walau sebetulnya Menik juga tidak akan mencari ASI jika saya sedang tidak di rumah, tapi kalau wujud saya terlihat, pasti langsung terdengar "Bu, susu!!" dari mulut kecilnya.

Sebagai seseorang yang ingin bisa menerapkan metode self weaning dan weaning with love, saya memang tidak mencoba menggunakan cara-cara yang (katanya) bisa membuat anak trauma. Sebagai pengalihan, saya mencoba untuk melatih Menik lepas dari pospaknya terlebih dahulu, kan katanya tidak boleh menyapih dan potty train bersamaan. Nanti anaknya sedih dan kaget. Jadi ceritanya potty train ini untuk mengalihkan perhatian saya perihal menyapih. Tapi tetap saja, kalau Menik minta susu di saat yang menurut saya belum atau tidak seharusnya, saya bete, loh! Bener, deh, saya kesal karena biasanya saya sedang mengerjakan sesuatu dan terganggu karena Menik minta susu. Walau saya biasanya berhasil menyembunyikan rasa kesal, tapi dalam hati, saya tahu saat itu saya tidak ikhlas menyusui. Dan setelahnya saya merasa bersalah.

Belum lagi insiden puting lecet dan sempat terserang Galactocele karena biasanya ketika menyusu tengah malam dalam keadaan setengah sadar, Menik lebih banyak ngempeng. Masuk angin karena piyama terangkat dan lupa ditutup? Wah, sering banget, lah!

Mungkin saya masih kurang banyak membaca dan mencari tahu soal menyapih ini. Mungkin juga saya yang sebetulnya belum ingin menyapih Menik. So, what am I supposed to do? Hmm, rasanya satu-satunya cara adalah memanjangkan rasa sabar, agar kegiatan menyusui ini kembali (tetap) menyenangkan setiap saat. Oh, jangan tanya soal komentar orang "masih menyusui?" atau "memang ASInya masih ada?" atau "Emang sengaja nggak disapih?" Err, save it for yourself, people! Hehehe.

I know, I shouldn't be worry about something as beautiful as breastfeeding, but I do anyway, especially with this weaning issue. We started our breastfeeding story with not so good drama. That's why, I hope it will be ended nicely.. :')

--

*Gambar dari sini

Share Article

author

sazqueen

a mother of one who study Anthropology by choice! Hello motherhood.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan