banner-detik
PARENTING & KIDS

Bercerai, Kok, Masih Serumah?

author

adiesty06 May 2013

Bercerai, Kok, Masih Serumah?

Saya cukup tercengang ketika melihat tayangan Hitam Putih beberapa waktu lalu yang membahas peceraian Deddy Corbuzier dan istrinya. Untuk masalah perceraiannya, sih, memang bukan hal aneh. Tapi saat mengetahui mereka sudah bercerai tetapi masih tinggal seatap, hal inilah yang menurut saya nggak masuk akal.

Bercerai kok masih tinggal satu atap? Duh, pokoknya buat saya, hal ini ‘ajaib’, deh. Pun termasuk mereka mengatakan keputusan tersebut diambil lantaran “demi kebahagiaan anak”.

Lah, ini kan hubungan antara suami istri, ya? Meskipun mau nggak mau anak juga akan merasakan dampaknya, tapi tetap saja sebuah rumah tangga itu yang merasakan ya kita sendiri. Iya, nggak, sih? Lagi pula, apa iya keputusan bercerai tapi tetap masih tinggal satu rumah akan membuat anak menjadi (lebih) bahagia?

Gambar diambil dari sini

Iseng-iseng, saya pun akhirnya bertanya pada Manda. Biar bagaimanapun, mamaknya Igo ini, kan, memiliki pengalaman sendiri karena dirinya merupakan satu salah produk yang bisa menerima perceraian orang tuanya dengan lapang dada. Waktu itu Manda pernah berbagi pengalamannya dalam artikel ‘Kalau Harus Berpisah’.

“Man, menurut elo pasangan yg bercerai tapi memutuskan untuk tetap tinggal satu atap, gimana?”

“Aneh. It's either you're in or you're out. Buat gue, alasan orang tua memertahankan rumah tangga "demi anak" itu omong kosong. Anak nggak se-vulnerable itu, tergantung kita sebagai orangtua menangani krisis yang terjadi. Apalagi kalau sudah cerai tapi masih tinggal satu atap. Apa pula itu?”

Ternyata pendapat saya 'didukung' oleh Manda. Meskipun perpisahan pastinya akan terasa begitu berat karena akan banyak perubahan yang terjadi, seperti perubahan kondisi finansial, tempat tinggal, pengasuhan anak, dan masih banyak lagi. Namun ketika memutuskan untuk bercerai, buat saya, sih, nggak ada alasan lagi kenapa mesti harus bertahan untuk tinggal serumah.

Ya, tapiiii.... setiap keluarga itukan pasti berbeda-beda, yah, mungkin saja bagi pasangan bercerai tapi tetap tinggal serumah dikarenakan mereka memiliki pertimbangan yang sangat kuat.

Misalnya, nih, bisa saja mereka menerapkan pola atau komitmen yang dibangun sangat moderat dan demokratis. Jadi, saat rumah tangga nggak bisa dipertahankan, daripada ribut soal hal asuh anak, akhirnya mereka tetap memiliki komitmen untuk membesarkan anak bersama-sama dengan tetap tinggal seatap.

Menurut Adisti Soegoto, M.Psi dari Klinik “Kancil” Rukan Duren Tiga, ada penelitian yang membuktikan memang sebagian besar suami dan istri yang bercerai sempat berpikir untuk rujuk. Sebagian pasangan berpisah dulu lalu kemudian rujuk, ada pula yang berpisah dalam waktu yang lebih lama sampai akhirnya bercerai.

“Nah, untuk pertanyaan haruskah tinggal bersama demi anak-anak? Memang cukup sering muncul di pikiran pasangan yang bercerai,” ungkapnya.

Lebih lanjut psikolog yang kerap disapa Disty ini menjabarkan ada beberapa jawaban apa yang bisa menjawab pertanyaan  tersebut. Beberapa hasil penelitian yang mungkin bisa memberikan pencerahan:

  • Beberapa masalah yang ada pada anak dengan orangtua bercerai biasanya muncul beberapa tahun sebelum perceraian itu terjadi. Hal ini bisa disebabkan oleh konflik yang terjadi dalam keluarga.
  • Penyesuaian diri anak terhadap perceraian meningkat apabila perceraian mengakhiri konflik yang terjadi selama ini.
  • Anak yang orangtuanya bercerai dan hidup bebas konflik memiliki penyesuaian diri yang lebih baik daripada anak dengan keluarga utuh namun penuh konflik.
  • Konflik orangtua yang berlangsung terus menerus lebih berbahaya bagi anak yang orangtuanya bercerai daripada anak yang yang tetap dalam keluarga utuh.
  • Rasanya, lewat hasil temuan ini bisa menunjukkan bahwa perceraian akan memberikan lingkungan yang lebih baik bagi anak apabila pilihan lainnya adalah hidup dalam keluarga yang penuh konflik. “Perlu diperhatikan bahwa perceraian yang ada dapat mengakhiri konflik yang terjadi selama ini, serta kondisi keluarga pasca perceraian menjadi lebih stabil,” ungkap Disty lagi.

    Selanjutnya, mungkin akan timbul pertanyaan lain, bagaimana mempersiapkan anak untuk menghadapi perceraian? Dalam hal ini Adisty memaparkan bahwa pada umumnya, pasangan yang akan bercerai harus menyampaikan pada anak bahwa orangtuanya akan berpisah dan memberikan pemahaman pada anak sesuai tahapan perkembangannya. Meskipun terdengar mudah, kenyataannya perceraian mampu mengubah banyak kebiasaan  atau rutinitas yang biasa dilakukan oleh keluarga utuh.

    Dr. Shelov dan Dr. Alba Fisch menyarankan beberapa hal yang harus diperhatikan saat mempersiapkan anak menghadapi perceraian:

  • Anak perlu diberitahu bahwa orangtuanya akan berpisah ketika keputusan berpisah sudah final. Kondisi yang terjadi sangat bervariasi di setiap keluarga, namun anak hanya boleh diberitahu setelah keputusan untuk bercerai sudah disepakati dan sudah final. Dengan demikian, pasangan yang masih berpikir apakah akan bercerai atau tidak sebaiknya tidak perlu menyampaikan informasi ini kepada anak karena ketidakpastian dan ambiguitas yang terjadi dapat membingungkan anak.
  • Orangtua perlu menyampaikan keputusan ini secara bersama-sama dan mengatakan cerita yang sama. Hal ini sangat penting. Anak perlu mendengar hal yang dapat mereka percayai dari kedua orangtua. Cerita harus netral tanpa menjatuhkan atau menjelekkan salah satu pihak.
  • Orangtua harus menekankan pada anak bahwa perpisahan ini bukan karena anak. Anak seringkali berpikir bahwa mereka melakukan kesalahan yang menyebabkan orangtuanya berpisah. Pemikiran seperti ini tentu saja membuat anak sangat sedih dan bisa berdampak besar bagi anak.
  • Anak perlu mendengar dari kedua orangtuanya bahwa kedua orangtuanya memang berpisah namun tidak berpisah dari anak. Anak sangat takut ditolak atau diabaikan. Orangtua perlu meyakinkan anak bahwa meskipun salah satu orangtua tidak bersama anak seperti sebelumnya, ia akan tetap memperhatikan anak
  • Sampaikan kepada anak bahwa kedua orangtua menyayangi mereka dan mereka akan tetap disayang. Berita mengenai perceraian membuat anak merasa sendirian dan takut. Ekspresikan kasih sayang dalam bentuk pelukan, belaian, dan ciuman untuk membantu anak menghilangkan rasa takutnya
  • Ah, saya jadi  terharu sendiri menulis artikel ini *peluk Bumi dan suami erat-erat*

     

    Share Article

    author

    adiesty

    Biasa disapa Adis. Ibu dari anak lelaki bernama Bumi ini sudah bekerja di dunia media sejak tahun 2004. "Jadi orangtua nggak ada sekolahnya, jadi harus banyak belajar dan melewati trial and error. Saya tentu bukan ibu dan istri yang ideal, tapi setiap hari selalu berusaha memberikan cinta pada anak dan suami, karena merekalah 'rumah' saya. So, i promise to keep it," komentarnya mengenai dunia parenting,


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan