Sorry, we couldn't find any article matching ''
Pujian Tertinggi
Ketika harapan kita punya anak perempuan terkabul, as an older woman kita ingin dia kelak lebih pintar, lebih cantik, lebih sukses ... pada intinya, lebih bahagia dari kita. So we became whatever we can be to make it happen. From being a paranoid pregnant woman, ASI nazi, to a rabid mom.
Pada anak perempuan, kita cenderung lebih protektif. Jangan sampai kulitnya belang, jangan sampai luka berbekas, jangan sampai nangis (apalagi anak perempuan bawaannya memang lebih gampang, sering dan kenceng nangisnya, hahaha). We hold her like our most precious treasure. And we're hard to forgive ourselves ketika permata kita itu tergores dunia yang jahat. Padahal kalau anak laki yang baret, kita lebih cuek. Ah, anak laki mah kudu pernah baret. Wajib, semacam medali veteran. Begitu anak perempuan yang baret, pusing kepala gimana caranya biar mulus lagi.
Di kala bayinya, kita banyak membelikan aksesori dan model baju macam-macam. Namanya anak perempuan, rok saja modelnya banyak, belum celana, overall, dress, blus, dll. Walaupun makin hari makin nampak si Princess nampaknya lebih mirip Mulan the Warrior Princess (eh, itu kan Xena, ya :D), kita nggak kapok tetap membelikan rok tutu sambil berharap kapan-kapan dia berubah pikiran.
Lalu datanglah era si kecil mulai mengacak make-up mama, memakai baju dan sepatu mama, dan pokoknya ... seperti mama. Saya, menyediakan satu paket makeup pouch yang isinya krim, bedak compact, lipgloss, dan kuas murah meriah bonus belanja di Market Plaza supaya si Nona menjauhi milik saya *untungnya sukses*. Di bagian ini, saya yang tadinya menahan diri dan memberi ruang bagi selera anak, legowo kalau-kalau seleranya mencelat jauh diluar selera saya, jadi tergoda juga untuk berkembar ria. Saya senang, bocah juga senang :D Dulu, saya nggak ada kesempatan bisa kembar-kembaran sama Ibu saya yang bertipe lempeng sama fashion hahaha *lha terus saya nurun dari siapa, ya?*.
Hal yang sangat saya syukuri, saya tidak perlu memaksanya untuk berjilbab. Selain di sekolah memang setiap hari berbaju muslim lengkap, si Nona juga terbiasa melihat saya dan neneknya berjilbab. Walau saya tidak pernah menyuruh berbaju muslim (malah saya cenderung memilihkan kaus lengan pendek) kalau mau pergi belanja ke supermarket atau mal, kadang dia sendiri yang minta 'kayak mama'. Sayang untuk anak-anak adanya jilbab cuma jilbab instan, ya, belum ada ninja dan pasmina katun atau sifon dengan ukuran yang lebih pendek. Jadi saat tempo hari pergi ke undangan pernikahan salah satu gurunya, pulang-pulang mukanya ditekuk karena gerah terlilit pasmina saya hahaha.
Sebagai satu-satunya perempuan di antara 3 saudara laki-laki, Nona Kecil saya tumbuh agak tomboi. She's a shoe fetish, tapi selalu yang dicoba adalah sepatu keds girly :D Ditawari mary-jane cuma gedeg. Nggak suka pakai rok dan malas nyisir, tapi nggak mau rambutnya dipotong pixie cut. Yang berbeda dengan saya waktu kecil, dia suka mengurus adik bayinya. Saya dulu boro-boro, cuma nyamper, colek, ngudang *kalo orang Jawa bilang*, terus kabur lagi main atau baca buku :p. Bantu masak juga saya malas. Makanya yang kenal saya banyak yang bingung, bisa-bisanya punya anak banyak dan nggak catering *walau kadang masih beli lauk, sih*.
Saat membantu saya mengurus adiknya atau memasak, momen ini sering digunakan buat curcol. Sekalian saja saya juga pancing cerita sehari-harinya di sekolah. Waktu yang tepat buat girl's talk. Dellynn bukan tipe introvert seperti kakaknya. Seringkali tanpa dipancing pun dia akan cerita. Tapi kalau mau memasukkan pesan sponsor, harus menunggu saat-saat dia yang memulai obrolan seperti ini. Kalau sudah girl's talk, hati ini sering mencelos mendengar celotehnya.
"Mama, aku besok kalau besar bisa masak enak juga seperti mama, ya?"
"Kalau sudah besar aku punya adik bayi sendiri seperti mama, ya?"
"Nanti aku kalo jadi mama bisa nyusuin bayi aku juga, ya?"
Hingga lama-lama ...
"Kalau aku sudah besar, aku mau jadi mama kayak mama..."
Dengan segala keterbatasan saya sebagai ibu dan perempuan, sembrono, nggak sabaran, nggak bisa masak, pemalas, dan sederet kejelekan yang lain, anak perempuan saya masih menjadikan saya panutan *mewek*. Semoga makin hari dan makin besar anak saya, saya masih bisa menjadi panutannya. Ya, masih banyak sekali PR-nya ....
Terima kasih atas pujian tertinggi darimu, Nak ... semoga kelak dirimu juga mendapatkan pujian tertinggi dari anak-anakmu.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS