Sorry, we couldn't find any article matching ''
Berkebun Sejak Dini
Baru-baru ini kami sekeluarga pindah ke sebuah rumah yang kebetulan memiliki lahan yang cukup untuk diolah menjadi sebuah taman cantik atau kebun sayuran. Kami sejak awal sudah berniat untuk mengolah sebagian lahan tersebut untuk menjadi kebun yang menghasilkan sayuran atau pun apotek hidup, tidak hanya tanaman hias belaka. Terbayang betapa senangnya bisa memasak sesuatu dari hasil kebun sendiri. Tinggal petik, cuci, potong, tumis. Nyammmmm! Salah satu acara televisi favorit saya dan suami adalah acara masak-memasak bersama Jamie Oliver yang memperlihatkan kebun sayurnya, wuih, tambah ngiler!
Terus terang saja saya sebetulnya tidak terlalu suka kegiatan berkebun, padahal saya ingin anak-anak kami suka berkebun dan menghargai kesuburan tanah di sekitar mereka hidup. Apalagi menyadari bahwa kita wajib menjaga alam dengan sepenuh hati untuk nanti saatnya “serah-terima” dengan generasi penerus kelak. Walaupun demikian, tetap saja perlu sepasukan manusia berkemauan kuat untuk 'mengangkat' saya beramai-ramai dan mencemplungkan saya ke tanah kebun, haha...
Bagaikan pucuk dicinta ulam tiba, pada suatu hari yang cerah, teman saya Indri Seska datang berkunjung ke rumah. Saat saya mengutarakan cita-cita tersebut, Indri mengusulkan untuk mengolah sebagian lahan menjadi kebun sayur, pas banget kan? Kemudian Indri, Puti Safira dan teman-teman dari @JKTberkebun lainnya menawarkan bantuan untuk mengolah sebagian lahan di rumah kami untuk dijadikan kebun sayur sederhana. Wah, kami sangat bersemangat dan senang sekali mendengarnya.
@JKTBerkebun atau Jakarta Berkebun merupakan bagian dari komunitas Indonesia Berkebun atau @IDBerkebun dan tersebar di 25 kota di seluruh Indonesia. Ini adalah kegiatan non profit masyarakat sipil yang giat menggalakkan pemakaian lahan terlantar di kota besar seperti Jakarta ini untuk dijadikan pertanian sayur mayur yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar maupun oleh penggiatnya. Nama kerennya: urban farming, berkebun di tengah kota. Hei, mengapa tidak? Dan kegiatan mereka lebih dari sekedar urban farming secara individual saja, tapi juga memasyarakatkan kegunaannya kepada masyarakat luas melalui berbagai media termasuk melalui Twitter (social media). Kegiatan mereka membuat masyarakat yang awam berkebun seperti saya menjadi timbul minat dan hebatnya, melaksanakan juga!
Kami sangat menyukai konsep dari kegiatan mereka tersebut, menyuburkan bumi, memberikan manfaat lebih bagi orang sekitar, dalam sebuah tingkatan bisa membuat orang lebih mandiri juga secara pangan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di sebuah kota.
Pada hari H-nya, Mahesh, anak kedua kami yang masih berumur 4 tahun, juga diajak untuk kegiatan berkebun. Ternyata dia semangat sekali untuk membantu tante-tante yang hadir. Dia sibuk memperhatikan Tante Puti yang melubangi beberapa titik dalam jarak tertentu di sebidang tanah yang sudah dipersiapkan seminggu sebelumnya oleh tukang kebun kami. Petak-petak tanah tersebut ditaburi dengan pupuk organik, didiamkan selama beberapa hari, untuk kemudian pada saatnya ditanami. Mahesh membantu Tante Puti meletakkan beberapa butir bibit sayuran ke dalam setiap lubangnya. Tapi perhatiannya terpecah dan berlompatan menuju Tante Indri untuk membantunya menyiram tanah yang sudah berisi bibit sayuran. Kaki-kaki kecilnya ringan menapaki tanah yang basah, jemarinya lincah mengaduk-aduk tanah, nggak takut kotor sama sekali. Kami senang sekali melihatnya!
Petak lahan sayuran dibagi menjadi 5 bagian:
Beberapa bibit yang dibawa Indri berbeda dalam bentuk, ada yang berupa pohon kecil, ada yang berupa biji-bijian. Bibit berupa pohon kecil adalah tanaman kemangi dan tomat, bibit berupa biji-bijian adalah tanaman jagung, bayam, kangkung, kacang panjang, buncis dan ketimun.
Mahesh membantu menanam dan menyiraminya dengan riang gembira. Saya melengkapinya dengan berbagai hal yang selain bertujuan untuk membuatnya tertarik berkebun, juga untuk melindunginya dari cuaca panas:
Saat panen kangkung dan bayam tiba, Mahesh ikut memotonginya dan mengumpulkan dalam sebuah wadah. Setelah dicuci, sayuran tersebut kami masak sederhana, tumis sebentar saja dengan mentega dan bawang putih, semua makan dengan lahap termasuk Mahesh! Jadi mengajak anak berkebun juga secara tidak langsung membuatnya lebih menyukai makan sayuran. Anak mengikuti prosesnya sejak dari bibit, tanam, panen, masak.
Jika tidak memiliki lahan yang memadai, kita bisa kok berkebun vertikal dengan satu alternatif potnya berupa bekas botol plastik minuman yang dipotong dan dilubangi bagian bawahnya. Mungkin lain kali bisa dibahas ya soal berkebun vertikal di lahan terbatas ini, saya wawancara Indri, Puti, dan kawan-kawan dulu deh! ;)
Jadi tunggu apa lagi? Berkebun, yuk!
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS