banner-detik
PARENTING & KIDS

Menitipkan Anak Di Daycare

author

vanshe27 Feb 2013

Menitipkan Anak Di Daycare

Sudah dua bulan ini saya menjadi 'pelanggan' daycare atau tempat penitipan anak. Berawal dari kepindahan tempat tinggal, anak saya yang selama 3 tahun pertama hidupnya diasuh oleh ibu saya selama saya bekerja, kini menapaki hari-hari baru di daycare.

Sebenarnya saya sudah tertarik menggunakan jasa daycare sejak anak saya berusia sekitar 6 bulan. Waktu tempuh perjalanan commuting ke tempat tinggal di pinggiran kota menjadi alasan utama. Tapi karena ibu saya masih ingin diandalkan untuk mengasuh Bumy, maka rencana itu belum diwujudkan.

Sekilas informasi dan kesan-kesan mengenai daycare yang kami gunakan:

  • Ada layanan jemput ASI, webcam, dan antar-jemput anak dari dan ke sekolah.
  • Beberapa hari dalam seminggu, di pagi hari anak-anak diajak mengikuti semacam "creative session." Anak-anak diajak menggambar, mewarnai, atau crafting. Sampai sekarang saya sudah mengoleksi beberapa hasil karya Bumy seperti terompet tahun baru, topi hias, dan gambar-gambarnya.
  • Dari segi ruangan, area tempat tidur bayi dan anak usia 2 tahun ke atas dipisahkan. Ada kamar terpisah buat anak yang sedang sakit, area makan, dan area bermain (indoor dan outdoor).
  • Anak-anak dan bayi dapat bermain bersama. Beberapa daycare tidak menerapkan hal ini. Tapi Bumy justru bisa "klik" main bersama dedek-dedek bayi pada awal dititipkan. Nanny-nya mengajak ikut menyuapi dan menidurkan si dedek. Jadi pada hari-hari pertama, dia sangat excited menceritakan pengalamannya 'mengurus' si dedek.
  • Orangtua bisa meminta beberapa hal disesuaikan untuk anak. Misalnya anak diharuskan makan makanan homemade saja, atau sarapan dengan buah saja, atau minta diajarkan mengaji (beberapa hal yang saya lihat di daycare).
  • Anak saya yang memang sudah dasarnya sociable, semakin senang karena punya banyak teman bermain. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi dulu di mana dia satu-satunya 'bayi' di rumah. Tapi kondisi 9 jam bersama sekian banyak teman tentunya juga bukan tanpa tantangan. Kadang anak saya berantem karena merebutkan suatu barang. Dari konflik ini, anak saya belajar bersosialisasi: memahami konsep berbagi, mengantri, , dan terbiasa berkata maaf kalau dia berbuat salah.
  • Sebenarnya Bumy sudah lepas dari diapers, tapi seminggu pertama di daycare, dia beberapa kali pipis dan pup di celana. Ternyata hal ini wajar, anak dapat mengalami regression atau kemunduran saat sedang menghadapi perubahan dalam hidupnya.
  • Kondisi awal anak saya ketika dititipkan, yang paling jelas (dan predictable, sebenarnya) adalah mengalami separation anxiety. Hari pertama adalah yang paling berat, untuk Bumy, dan juga saya. Dia menangis dan menggenggam tangan saya keras-keras ketika akan ditinggal kerja. Saya juga menelpon ke daycare hampir sejam sekali! Hari-hari berikutnya, meskipun masih menangis, tapi durasinya berkurang, hingga akhirnya dua minggu kemudian, dia tidak menangis sama sekali.

    Dari sini, terbentuk "ritual" kecil yang kami lakukan sebelum saya berangkat ke kantor.

    Di perjalanan, sekitar 10 menit sebelum sampai di daycare, saya dan suami bertanya ke Bumy, "Nanti kalau mama papa kerja, Bumy nangis, nggak?" (jawabannya selalu "Tidak!" dengan lantang).

    Lantas kami akan mengajaknya bicara tentang hal-hal menyenangkan yang sudah dan akan terjadi di daycare. "Kemarin Bumy naik ayunan ya? Asik, dong." Atau "Nanti main lagi sama si A dan si B 'kan? Seru banget pasti!" untuk membangun mood positif anak.

    Saat tiba di ruangan daycare, sepertinya sudah menjadi kebiasaan daycare, ketika anak datang, teman-teman dan para nanny akan menyambut dengan riang, "Selamat pagi, Bumy!"

    Saat akan berpamitan, saya berkata "Nanti sore mama jemput Bumy yaa, kayak kemarin."

    Dari pengalaman, sepertinya sudah menjadi aturan baku, kalau proses perpisahan dengan anak sebaiknya dibuat sesingkat mungkin. Karena semakin lama, anak akan semakin nagging, dan kita akan semakin tidak tega :)) Saya biasanya mencium kedua pipi anak, lalu berkata, "Mama kerja dulu ya, sampai ketemu nanti sore. Bye bye!" lantas segera keluar dari ruangan.

     

    Saya ingat ada begitu banyak pertimbangan saat harus memilih daycare. Ada yang bisa menerima bayi sejak usia 3 bulan, ada yang mensyaratkan anak harus berusia 18 bulan atau bahkan sudah lulus toilet training. Apa saja sih yang perlu dicatat dan ditanyakan saat kita sedang mencari daycare? Mungkin ini bisa membantu.

  • Bagaimana policy terkait anak sakit, pembayaran, telat jemput, dan hal-hal teknis lainnya.
  • Seperti apa cara pendisiplinan anak di daycare tersebut.
  • Apakah daycare mendukung permintaan kustomisasi terhadap rule khusus seperti yang saya tuliskan di atas. Misalnya pemberian asi ekslusif, makanan homemade, toilet training, kebiasaan khusus yg ingin ditanamkan, juga request untuk memperhatikan kekurangan anak yg perlu di-nurture, seperti keterlambatan bicara, belum kenal warna, dan lain-lain.
  • Ketersediaan spot untuk anak kita dititipkan. Sebaiknya orangtua sudah menyurvei dan mem-booking 2-6 bulan sebelum waktu yang direncanakan. Banyak daycare profesional membatasi jumlah anak yang dititipkan pada satu waktu, jadi kadang kita harus ditaruh di waiting list. Mencari dan mensurvey daycare yang tepat juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
  • Jarak dan waktu tempuh dari daycare ke tempat kerja.
  • Fasilitas (kondisi bangunan dan pembagian ruang), jadwal rutin anak, dan keamanan daycare.
  • Seperti apa nanny yang di-hire daycare tersebut, dari segi background, pendidikan, dan kesehatan.
  • Lakukan trial terlebih dulu untuk melihat apakah anak mendapat "chemistry" dengan tempat tinggal barunya, dan apakah kita sendiri juga mendapat "chemistry" itu.
  • Last but not least, kepo sebanyak-banyaknya :)) Mommies bisa mencari review seputar daycare yang dituju, atau jika perlu mengontak pembuat review tersebut.
  • Dari pengalaman ini, saya mencoba menarik kesimpulan, bahwa daycare dapat menjadi opsi bagi Mommies yang:

  • Menjalani waktu tempuh commuting yang lama dari rumah ke kantor.
  • Menginginkan tipe pengasuhan yang lebih "terpercaya" (meskipun ini sangatlah subyektif) dibandingkan anak diasuh oleh ART saja di rumah.
  • Sudah capek gonta-ganti nanny yang bisa datang dan pergi sesuka hatinya.
  • Tidak punya pengganti jika pengasuh utama anak sedang sakit.
  • Semoga sharing ini bisa membantu Mommies memilih daycare yang terbaik bagi putra-putrinya :D

     

    Share Article

    author

    vanshe

    Ibu satu anak. Was an SAHM for 2,5 years but decided that working outside home is one of many factors that keeps her sane. Grew up deciding not to be like her mother, but actually feels relieved she turns out to be more and more like her each day. She's on Twitter & IG at @rsktania.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan