Demi Datangnya Buah Hati

Pregnancy

Leija・14 Mar 2012

detail-thumb

“Mau langsung punya anak atau nunda dulu?”

Rasanya itu pertanyaan yang sudah sangat umum, ya, untuk pasutri baru zaman sekarang. Kalau ini zaman kakek-nenek atau orangtua kita, mungkin yang namanya “menunda” itu tabu bukan kepalang. Tetapi sekarang—apalagi di kota metropolitan—menunda menjadi dimaklumi.

Saya sendiri termasuk golongan yang menunda … selama dua bulan, hihihi. Ya, awalnya kami pikir kami butuh waktu untuk adaptasi, memastikan tempat tinggal untuk berumah tangga, saya belajar masak, belajar ngosek WC, dan hal-hal kurang penting lainnya. Namun setelah dua bulan, saya berpikir, “Ada nggak, sih, hal yang lebih penting daripada rejeki Tuhan dalam bentuk anak? Harus ya ditolak-tolak?”

Maka … selamat tinggal, program KB!

Seperti kebanyakan pasutri baru naif lainnya, dikiranya lepas program KB, bisa langsung tekdung sesuai perencaan ya? Of course, it doesn’t (always) work that way. Kami menunggu selama setahun, tetapi bayi yang dinanti belum datang juga.

Kami nggak sampai depresi, kok. Malah, tahun 2011 adalah tahun yang supermenyenangkan untuk saya dan suami. We traveled a lot, we got new career opportunities, we made great decisions… tapi ya itu, selalu ada rasa harap-harap cemas akan datangnya bayi. Apalagi ditambah perasaan “Apakah saya wanita normal?” yang tersembunyi di lubuk hati.

Kami sempat check-up ke dokter fertilitas, bahkan melakukan tes HSG yang mengerikan itu. Alhamdulillah, kami dinyatakan sehat 100%. Lantas kami diberi suplemen—yang menurut kami—agak basi-basi, tanpa ada terapi lebih lanjut. Handai taulan pun memberikan dukungan lewat berbagai vitamin, madu, dan tak lupa doa-doa.

Semua saya terima dan minum dengan perasaan santai dan tak terbebani.

Jujur saja, saya termasuk orang yang konservatif dalam hal ini. Kalau saya sudah dinyatakan normal secara medis, maka saya hanya percaya 150% kepada Tuhan dan tidak menggantungkan diri kepada racikan manusia. Saya nggak menolak ‘bantuan’ yang diberikan orang, sih, dan tentu Tuhan suka umat-Nya yang berusaha, tapi, ya, itu dia … diminum dengan percaya nggak percaya.

Salah satu suplemen yang mampir ke tangan saya adalah Sariayu Kaplet Wulandari. Tahu dari mana? Saya mendapatkan infonya dari akun twitter @Sariayu_MT lalu jadi tertarik untuk mengikuti fanpage-nya yaitu Sariayu Martha Tilaar.

Menurut gembar-gembornya, khasiat dan kegunaan kaplet ini adalah untuk melancarkan peredaran darah terutama di sekitar rahim, membantu meningkatkan kesuburan, serta menyegarkan tubuh. Seperti produk-produk Sari Ayu lainnya, kaplet ini diramu dengan bahan-bahan alami seperti kecambah hitam, kedelai, dan bawang putih.

Cara pemakaiannya pun cukup simpel. Kaplet ini diminum 2x sehari, selama 7 hari berturut-turut sebelum datang bulan. Lalu dilanjutkan 7 hari berturut-turut setelah selesai datang bulan. Lakukan selama 3 bulan berturut-turut, lalu hentikan 1-2 bulan. Tentu saja, bisa langsung dihentikan kalau ada tanda-tanda kehamilan. Jika tidak, ulangi lagi dengan siklus seperti di atas.

Pil-nya sendiri agak besar, dengan bau rempah jamu khas kaplet tradisional. Untungnya, saya tidak pernah ada masalah dengan minum pil dengan ukuran dan bau apa pun.

Dan Alhamdulillah, mukjizat itu datang. Setelah mengonsumsi Sariayu Kaplet Wulandari selama satu siklus saja, saya dinyatakan hamil. Perasaan yang luar biasa sekali :) Dan sekarang saya sedang ‘menikmati’ masa kehamilan setelah berjuang di trimester paling menyebalkan selama kehamilan—trimester pertama.

Apakah kaplet ini adalah ‘resep rahasia’ saya sehingga sampai hamil? Saya tergoda untuk bilang ‘ya’, karena Kaplet Wulandari adalah suplemen yang paling sebentar saya minum, sementara obat-obatan lainnya saya konsumsi sekitar 4-5 bulan sebelumnya. Namun apakah saya menjamin kekhasiatan kaplet ini?

Itu di luar kuasa saya :)

Mungkin moms-to-be harus coba sendiri, ya. Dengan bahan alami, ketersediaan yang luas, dan harga yang sangat terjangkau (sekitar Rp35,000), tentu tidak ada salahnya, demi kehadiran buah hati yang dinanti-nanti :)

Good luck!