Mudahkah Menjadi Ayah?

Dad's Corner

Mido Firdaus・28 Sep 2011

detail-thumb

Pertanyaan itu membuat saya teringat kembali pada malam di saat saya menemani istri mengecek kehamilannya di dokter kandungan. Saat itu dia dinyatakan positif hamil di usia pernikahan kami yang baru satu bulan, seketika itu juga saya senang campur bingung. Pertanyaan di otak saya saat itu cuma satu, mudahkah menjadi ayah?

Di pikiran saya saat itu menjadi ayah cukup mudah, tugas saya adalah kerja keras dan cari uang yang banyak untuk dibawa pulang ke rumah. Itu yang saya pelajari dari ayah saya, di mana ayah saya merupakan seorang yang sangat mencintai pekerjaannya sehingga hampir seluruh waktunya dihabiskan di tempat beliau bekerja untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarga. Seperti dia, saya adalah seorang pekerja keras dan saya sangat mencintai pekerjaan saya, itu artinya saya juga bisa menjadi seorang ayah seperti beliau.

Seiring dengan berjalannya waktu saya mulai diikutsertakan dalam kehamilan istri saya, bangun malam ketika mata sudah mengantuk karena lembur untuk memijat punggung dan kakinya yang pegal, mengajak ngobrol dan bermain dengan bayi yang ada di dalam perutnya sebelum dia tertidur, mengubah acara rutin ke bengkel di akhir pekan menjadi acara ke salon atau ke rumah sakit untuk mengecek perkembangan bayi kami atau ikut serta menemani senam hamil dan bermacam kegiatan lain yang sebelumnya terpikirkan oleh saya.

Waktu istri saya melahirkan, saya ada di sampingnya dan ketika Samudera Langit Biru hadir seketika itu juga keinginan saya tidak lagi hanya menjadi seorang ayah pekerja keras, saya ingin menjadi ayah yang baik untuk anak saya, ia seorang laki-laki, tentunya dia akan melihat saya sebagai panutan dan contoh baginya sebagaimana saya menjadikan ayah saya role model bagi hidup saya.

Untuk itulah saya memutuskan untuk terlibat penuh dalam pengasuhan Rue. Sebut saja, apa yang tidak saya lakukan? Mendukung pemberian ASI; mulai dari menemai istri menyusui supanya dia tidak ketiduran, mencari referensi agar pengetahuan saya tentang ASI bertambah sampai memberikan ASI perah. Mengurus Rue secara fisik? Memandikan, bangun malam untuk mengganti popok,  menyuapi, sampai membersihkan ketika Rue buang air besar. Menjaga hubungan antara ayah-anak? Saya yang biasanya pulang kantor suka nongkrong sama teman-teman, sekarang selalu pulang cepat. Rasanya tidak sabar untuk mengajak Rue main, ngajarin nyanyi, berhitung, baca buku, cerita sebelum tidur, nonton TV  bersama-sama, juga mengajarkan salat dan doa.

Bahwa menjadi ayah sungguh teramat istimewa tapi memang tidak mudah. Tidak ada pendidikan khusus atau les untuk menjadikan laki-laki menjadi ayah, apalagi menjadi ayah yang baik untuk anak-anaknya. Pelajaran untuk menjadi ayah yang baik justru saya dapatkan di rumah ketika saya menjalaninya dengan sungguh-sungguh dan gembira. Semakin banyak waktu yang saya habiskan di rumah dengan Rue membuat saya mengerti akan dirinya dan bagaimana menghadapinya.

Di usianya yang menginjak 1,5 tahun, Rue gemar sekali meniru dan membeo. Kesempatan ini tentu tidak saya sia-siakan untuk mengajar Rue dengan memberikan contoh kepadanya seperti apa ayah yang baik agar menjadi teladan baginya.

Bagi saya, seorang ayah, melihat Samudera Langit Biru tumbuh dan berkembang menjadi orang yang baik bagi orang lain di sekitarnya, khususnya bagi anak-anaknya kelak adalah melebihi dari sekedar hadiah atau kartu ucapan di hari ayah ....