Konseling: Bukan APA, Tetapi BAGAIMANA

Breastfeeding

Mia Sutanto・02 Aug 2011

detail-thumb

Tema perayaan Pekan ASI Sedunia tahun ini adalah “Talk to Me! Breastfeeding–a 3D Experience”. Apa artinya? Esensi dari tema ini adalah komunikASI. Bagaimana kita mengkomunikasikan atau menyampaikan informasi, pendapat, pandangan, saran serta dukungan tentang ASI dan menyusui. Bukan saja kepada para ibu hamil dan menyusui, tetapi kepada para anggota masyarakat lainnya, lintas generasi dan antar generasi, mulai dari anak-anak, dewasa, tenaga kesehatan, pemuka agama, tokoh adat, swasta, pemerintah dan organisasi-organisasi. Dalam hal ini, di mana letak peranan seorang Konselor Laktasi? Bagaimana seorang Konselor Laktasi bisa memahami dan memaknai arti dari tema tersebut diatas dalam kegiatan sehari-hari ketika melakukan konseling kepada para ibu hamil dan ibu menyusui serta keluarga mereka. Apalagi karena sejak beberapa tahun belakangan ini, dunia laktasi di Indonesia semakin disemarakkan dengan kehadiran para Konselor Laktasi ini. Apakah tugas seorang Konselor Laktasi adalah untuk memberikan nasihat kepada ibu menyusui? Apakah seorang Konselor Laktasi dituntut untuk dapat memperbaiki dan menyelesaikan seluruh permasalahan menyusui yang dijumpainya? Apakah konseling sama dengan kegiatan penyuluhan dan pengajaran? Yuk, kita belajar sedikit tentang apa artinya menjadi seorang Konselor Laktasi.

Pengertian Konseling

Siapakah mereka? Konselor Laktasi adalah seseorang (baik dari kalangan medis maupun nonmedis) yang telah mengikuti pelatihan konselor laktasi berdasarkan modul 40 jam WHO. Aspek konseling yang merupakan kegiatan utama dari seorang Konselor Laktasi terdiri dari 2 komponen:

  • Mendengarkan dan menerima pendapat atau pandangan ibu tanpa menghakimi; dan
  • Membantu ibu untuk menentukan pilihan yang terbaik berdasarkan informasi relevan dan saran-saran yang telah diberikan oleh seorang Konselor Laktasi.
  • Bukan suatu kebetulan kalau urutan dari suatu proses konseling adalah seperti di atas ini, karena tanpa melakukan yang nomor 1 dengan baik dan benar, seorang Konselor Laktasi belum bisa melakukan yang nomor 2. Seringkali inilah bagian dari proses konseling yang paling berat bagi seorang Konselor Laktasi ... lah, wong pendapatnya si ibu sudah jelas-jelas salah, bagaimana kita bisa menerima pendapat tersebut apalagi sampai harus menahan diri agar tidak menghakimi si ibu dengan menyebutkan kesalahannya.

    Oleh karena itu, dalam melakukan konseling seorang Konselor Laktasi dituntut untuk memiliki setidaknya beberapa keterampilan berikut ini:

  • Keterampilan mendengarkan dan mempelajari
  • Keterampilan membangun percaya diri dan memberikan dukungan
  • Keterampilan mengamati kegiatan menyusui dan mencatat riwayat menyusui
  • Selain itu, ada 12 kompetensi dasar dan 16 kompetensi tambahan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang Konselor Laktasi agar dapat menjalankan perannya secara baik dan efektif.

    Komponen Utama

    Komponen utama dari suatu proses konseling, serta keterampilan dasar yang HARUS dimiliki oleh seorang Konselor Laktasi adalah: kemampuan berkomunikasi. Bagaimana caranya, dengan communication skills-nya, seorang Konselor Laktasi dapat membuat ibu untuk membuka diri, menyadari sendiri persepsi keliru yang selama ini mungkin dimilikinya terkait dengan kegiatan menyusui, serta kemudian berkeinginan untuk mengubah atau memperbaiki persepsi keliru tersebut sehingga kegiatan menyusui dapat berjalan lebih lancar. Tidak mudah tentunya. Salah ngomong sedikit, bisa berakibat ibu menutup diri dan menolak proses konseling yang sedang dijalani. Perlu diingat, konseling adalah komunikasi dua arah antara ibu menyusui dengan seorang Konselor Laktasi. Konseling BUKAN penyuluhan, TIDAK SAMA dengan kegiatan pengajaran atau pemberian nasihat.

    Seorang Konselor Laktasi yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik, akan mengalami tantangan yang lebih besar ketika sedang menjalankan tugasnya. Apa saja, sih, kemampuan komunikasi yang sebaiknya dimiliki dan dipraktikkan ketika melakukan konseling?

  • Mendengarkan (active listening)
  • Komunikasi nonverbal atau bahasa tubuh sangat dibutuhkan ketika seorang Konselor Laktasi sedang berupaya untuk menjalin keakraban dengan ibu menyusui, di mana buah dari keakraban yang diharapkan terjalin adalah kemauan dari si ibu untuk membuka diri dan menceritakan riwayat menyusuinya secara jujur.
  • Ketika suasana mulai mencair dan ibu mulai terlihat nyaman untuk bercerita, sang Konselor Laktasi diharapkan memiliki kemampuan untuk menggali cerita, riwayat dan keterangan sebanyak mungkin melalui beragam pertanyaan terbuka yang diajukan--ciri dari kegiatan konseling yang berjalan baik, si ibu lebih banyak bercerita dan berbicara dibandingkan dengan Konselor Laktasinya.
  • Memberikan respons wajar dan bersungguh-sungguh (sincere)– tunjukkan empati (bukan simpati), berikan respons tubuh (gestures) yang pantas serta hindari menggunakan kata-kata yang menghakimi si ibu. Mimik muka serta nada dan tonasi suara yang digunakan sangat berpengaruh terhadap keterampilan ini. Contoh: “Oh, jadi ibu belum tahu, ya, kalau ASI eksklusif adalah 6 bulan?” (dengan nada lembut, sambil menyentuh tangan ibu dan mimik muka penuh perhatian). Bandingkan dengan “Oh, jadi ibu belum tahu, ya, kalau ASI eksklusif adalah 6 bulan?” (dengan nada meninggi dan menuduh, alis dinaikkan sebelah, dan pandangan meremehkan).
  • 2. Membangun Percaya Diri (building self confidence)

  • Kemampuan untuk menerima apa yang ibu pikirkan dan rasakan, meskipun apa yang dipikirkan tersebut adalah salah, tanpa memberikan pembenaran atas kesalahan tersebut. “Oh, jadi ibu khawatir, ya, ASI ibu sedikit karena ukuran payudara ibu kecil?”
  • Konselor Laktasi seharusnya dapat mengidentifikasikan hal-hal apa saja yang sudah dilakukan dengan benar oleh ibu dan bayi, dan dapat memberikan pujian tersebut secara wajar dan bersungguh-sungguh (sincere).
  • Kemampuan untuk menggunakan bahasa sederhana ketika sedang konseling, terutama saat memberikan informasi relevan dan saran-saran (bukan perintah, bukan nasihat) kepada ibu. Seringkali Konselor Laktasi mengalami kesulitan dalam memberikan informasi relevan, yaitu informasi yang dibutuhkan oleh ibu untuk situasinya saat itu. Hal ini karena biasanya Konselor Laktasi memiliki segudang informasi yang dianggap benar serta mungkin perlu diketahui oleh si ibu. Tetapi, benar dan perlu diketahui belum tentu relevan untuk kondisi ibu saat itu. Information overload justru bisa menyebabkan hasil akhir konseling menjadi kurang efektif. Begitu pula saat memberikan saran, tidak perlu banyak-banyak, dan bagaimana cara menyampaikan agar tidak berkesan memerintah dan menasihati si ibu.
  • Tatalaksana Konseling

    Jika membaca rangkaian keterangan di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa kegiatan konseling adalah:

  • Ada tatap muka antara ibu dan Konselor Laktasi–dalam hal ini, konseling melalui telepon dan email mungkin bisa katakan kurang efektif karena sebagian besar teknik berkomunikasi tidak dapat dilakukan;
  • Kegiatan yang dilakukan satu lawan satu atau one on one, artinya seorang Konselor Laktasi melakukan satu kesempatan konseling dengan hanya satu ibu–kegiatan konseling tidak dapat dilakukan secara berkelompok, bahkan dalam suatu KP Ibu sekalipun, karena hal tersebut akan mengarah pada kegiatan penyuluhan dan pengajaran;
  • Dalam proses konseling selalu ada komunikasi dua arah, dengan porsi berbicara yang lebih banyak pada si ibu menyusui–Konselor Laktasi tidak mendikte, memerintah, menyuluh, mengajar atau menasihati;
  • Konselor Laktasi mempraktikkan semua keterampilan dan kompetensi yang seharusnya dimiliki olehnya, terutama keterampilan berkomunikasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas;
  • Konselor Laktasi dan ibu menyusui bersama-sama berdiskusi dan memutuskan hal terbaik yang akan dilakukan oleh si ibu sesuai dengan informasi relevan serta saran-saran yang telah diberikan oleh Konselor Laktasi terkait dengan kondisi menyusui ibu tersebut.
  •  

    Kesimpulan

    Dari penjelasan di atas, mungkin bisa diambil sedikit kesimpulan bahwa seringkali, APA yang ingin kita sampaikan kurang dapat diterima kalau BAGAIMANA cara penyampainnya masih kurang tepat. Seringkali seorang Konselor Laktasi terlalu fokus terhadap APA yang ingin dia sampaikan, tanpa memperhatikan BAGAIMANA ia menyampaikannya. It's not WHAT you say, but HOW you say it. Konseling dengan menggunakan teknik komunikasi yang benar, akan meningkatkan rasa percaya diri ibu sehingga dia bisa kembali menyusui dengan lancar, itulah hakikat dari keterampilan sesungguhnya seorang Konselor Laktasi.

     

    Selamat merayakan Pekan ASI Sedunia 2011, semoga dengan semakin bertambahnya konselor-konselor laktasi yang andal, semakin banyak pula pasangan ibu dan bayi yang bisa melakukan standar emas pemberian makan pada bayi. Happy breastfeeding!

    *Mia Sutanto (@miasutanto) adalah ibu 2 anak, konselor laktasi, dan Ketua Umum AIMI