Protecting Vs Empowering Children with Internet

Kindergarten

Hanzky・18 Nov 2010

detail-thumb

Bulan lalu, Sekolah Cikal mengadakan Cikal Bincang-Bincang dan workshop untuk anak-anak yang temanya seputar Internet dan teknologi. Pembicaranya, Donny BU, konsultan Internet sehat dari ICT Watch dan Najelaa Shihab, founder Sekolah Cikal.

image from learn365.net

Internet telah merubah dunia, termasuk merubah dunia pendidikan dan pengasuhan anak. Apalagi anak jaman sekarang cepat sekali menguasai perangkat digital karena memang ter-exposed dengan teknologi setiap harinya. Meman,g teknologi dan kecanggihannya dapat banyak membawa manfaat, tapi bukan berarti nggak ada sisi negatifnya lho. Justru kalo digunakan tidak pada tempatnya bisa membawa petaka untuk si anak dan keluarga.

Lantas bagaimana? Nggak mungkin dong kita jadi memisahkan anak dengan teknologi karena kita nggak mau anak kita nggak berkembang dan jadi gaptek. Tapi, nggak mau juga kan kalau anak kita jadi korban?. Nah makanya dari awal harus diperkenalkan tentang fungsinya dengan baik. Internet adalah dunia virtual, yang membutuhkan ketrampilan berbeda dengan dunia nyata. Berikut saya bagi ilmu yang didapat dari acara kemaren ya.

Sebelum memperkenalkan bermacam-macam game di Internet ke anak, lebih baik kita perlihatkan dari awal bagaimana Internet itu bisa dijadikan sebagai pintu untuk menjelajah hal-hal menarik dan positif!. Jangan langsung memperlihatkan Youtube dan memberi tahu kalau anak bisa menonton Naruto di situ. Misalnya, Internet sebagai alat untuk eksplorasi berbagai bidang, untuk traveling dan melihat negara lain atau untuk mendapat informasi lebih jauh tentang tim sepak bola favoritnya. Tunjukan juga bagaimana Internet dapat digunakan untuk ajang meng-ekspresikan diri dengan baik, contohnya dengan menulis di blog, atau dengan meng-upload foto-foto hasil jepretannya ke Flickr. Intinya, dengan Internet, anak dapat menemukan passionnya.

Tapi, setelah anak tahu hal-hal positif yang bisa dilakukan dengan Internet, bukan berarti bisa kita tinggalkan begitu saja. Di Internet kan terdapat banyak sekali informasi dan tidak ada batas serta perbedaan nilai yang akhirnya bisa menjadi racun yang addictive. Game itu kan memang dirancang sedemikian rupa supaya pemakainya kecanduan untuk memainkannya lagi dan lagi sampai ke tingkat akhir. Idealnya, waktu anak yang dihabiskan di dunia nyata (diluar jam sekolah) harus lebih banyak dari waktu yang dihabiskan di dunia virtual. Sebagai orang tua, bisa jadi kita malah terbuai kalau anak kita anteng di depan komputer seharian. Padahal kita tidak tahu detilnya apa saja yang dilakukan dan apa dampaknya.

Menyensor dengan software parental control di komputer rumah memang cukup jitu untuk menghilangkan hal-hal yang berbau pornografi. Tapi, itu kan berguna kalau si anak menggunakan komputer di rumah, bagaimana kalo dia sedang menggunakan komputer sekolah, atau komputer di rumah temannya atau di rumah sepupunya? Di sinilah self censorship berperan penting. Sensor dari kita, boikot, hukuman dan sogokan memang solusi yang dapat cepat dijalankan, tapi tidak akan efektif untuk jangka panjang.

Jadi, yang efektif adalah dengan komunikasi yang intens dan dengan mempersiapkan anak dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk berselancar di dunia maya. Najelaa Shihab memberi analogi yang tepat tentang sikap kita terhadap Internet; Kita selalu heboh kalau anak akan melakukan wisata dengan teman-temannya di sekolah. Rusuh mempersiapkan makanan, minuman, baju ganti, konfirmasi dengan guru tentang transportasi dan menanyakan hal-hal seperti "Sampai jam berapa? Yang jagain di sana siapa? Mbaknya boleh ikut nggak?" dan pertanyaan-pertanyaan detil lainnya. Padahal, semuanya kan sudah dipersiapkan pihak sekolah. Nah lucunya, untuk sesuatu yang penting seperti memperkenalkan anak dengan Internet atau gadget, yang dapat berpengaruh banyak untuk perkembangan anak pada jangka panjang, kita malah cenderung santai. Memang, sudah kewajiban kita sebagai orang tua untuk memperhatikan asupan gizi anak kita, tapi jangan sampai kita terlalu fokus pada makanan sampai lupa memperhatikan 'makanan' yang diasup oleh otak anak kita.

Di bawah ini adalah kompetensi dasar yang harus ditekankan, dan ini bukan hanya untuk Internet, tapi bisa juga diterapkan untuk hal-hal lainnya.

Memiliki barang = Tanggung jawab

Jadi, ketika kita memberi gadget atau barang apapun ke anak, harus jelas tujuan dan kebutuhannya. Tekankan ke anak bahwa dia mendapatkan barang tersebut untuk tujuan apa saja supaya anak tidak merasa dia mendapatkan barang itu dengan cuma-cuma lantas menggampangkan barang tersebut. Diskusikan dan tetapkan 'undang-undang' nya bersama anak, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan alat tersebut? Eksplorasi fungsi dan fiturnya, sama seperti kita nge-cek makanan baru untuk mereka. Sepakati batasan privacy dan tetapkan konsekuensi pelanggaran. Cek juga rating untuk suatu game, apakah cocok dengan umurnya? Ini sama dengan ketika kita membelikan majalah, screen dahulu majalahnya, kalau dikira ada hal yang bertentangan dengan value kita, beri peringatan bahwa ada hal-hal kita tidak setuju di majalah tersebut, tapi biarkan dia membacanya dan jadikan itu sebagai topik diskusi.

Buka pintu komunikasi tentang segala hal

Orang tua di rumah harus menjadi sumber jawaban utama untuk hal-hal yang ada di benak anak. Biasakan untuk membahas hal-hal berat in casual manner dengan cara menyisipkannya di percakapan sehari-hari supaya anak tidak canggung untuk membahas apapun. Tidak ada yang taboo untuk dibicarakan dengan anak. Tunjukan juga minat pada apa yang dilakukan dan disukai anak. Berusahalah untuk mengerti tentang perasaannya dan selalu menjadi advokat/pembelanya.

Bersenang-senanglah bersama anak

Jadi orang tua jangan jaim di depan anak :D. It's perfectly okay to act silly in front of your kids, bercanda-bercanda seperti anak kecil, guling-gulingan di kasur. Intinya, supaya tidak ada jarak antara orang tua dan anak. Tatap dan sentuhlah anak kita. Jangan terus menatap layar Blackberry ketika anak mengajak kita berbicara. Untuk acara weekend, tanyakan apa yang mereka ingin lakukan? Ikuti agenda mereka, jangan hanya mereka yang diharuskan untuk mengikuti agenda kita terus.

Budayakan tindakan preventif

Kenalkan hal-hal yang kira-kira akan dialami anak sebelum dia mengalaminya sendiri. Ini penting karena biasanya, ketika si anak mengalami, kitanya tidak siap untuk merespon dan akhirnya malah memperburuk keadaan. Jangan sungkan untuk tanya ke mereka "Apa yang kamu mau tahu?"

Biarkan anak belajar dari kesalahan

Ketika anak melakukan kesalahan, kita harus memaafkan dan menjadikan itu sebagai pelajaran untuk kita dan untuk anaknya sendiri. Dan bagaimana anak belajar dari kesalahannya itu tergantung reaksi orang tua terhadap kesalahannya. Bukannya memberi pengertian, kita malah  marah-marah dan mengancam,  jadi yang ada anak akan merasa kesal dengan kita dan tetap melakukan hal tersebut dengan cara ngumpet-ngumpet.

Kalau anak mulai dirasa kecanduan. Langkah yang harus kita ambil adalah:

  • Batasi waktunya
  • Ajarkan anak untuk bersikap reflektif dan mempertanyakan perilakunya sendiri "Apa akibatnya kalau saya terus-terusan berada di depan komputer?"
  • Biasanya, kecanduan datang karena anak merasa bosan. Jadi buat list bersama anak mengenai kegiatan yang dapat dilakukan dikala bosan.
  • Kembangkan minat untuk mengeksplorasi bidang lain dan perluas minat anak, libatkan dalam aktivitas fisik.
  • Wow. Panjang dan berguna sekali ya, Mommies. Talkshow dengan Najelaa Shihab memang selalu sarat ilmu. Sudah daftar untuk talkshow berikutnya tentang Building Children's Lifeskills through Reading? Baca infonya di sini yaa. See you there :)